MAKALAH
PSIKOLOGI SOSIAL
“KOGNISI SOSIAL : MEMAHAMI DUNIA SOSIAL”

DI SUSUN OLEH :
SONIA SWASTIKA (153.133.039)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
TAHUN AJARAN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan
kehadirat Allah SWT bahwa kami telah
menyelesaikan makalah yang berjudul: “Kognisi Sosial : Memahami Dunia Sosial”. Walaupun
masih jauh dari kesempurnaan, namun kami bersyukur dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu
dan untuk itu kami mengharapkan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan
makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami tentang Kognisi
Sosial. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai referensi yang
berpengetahuan tentang Kognisi Sosial.Adapun maksud dan tujuan menyusun
makalah ini adalah untuk melengkapi dan menyelesaikan tugas yang diberikan pada
mata kuliah Psikologi
sosial. Kami berharap agar
makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi kami (penulis) dan para pembaca makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik dari
pembaca sangat kami harapkan. Dengan segala
kerendahan hati kami berharap makalah ini berguna dan bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
Mataram..........2015
Penyusun
DAFTAR ISI
A. BAB I PEDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................... 1
B. BAB II PEMBAHASAN.................................................................. 2
A. Pengertian Kognisi Sosial......................................................... 2
B. Teori-Teori Kognisi Sosial......................................................... 3
C. Aspek-aspek dasar dalam Kognisi Sosial.................................. 6
D. Sumber-sumber potensi yang menimbulkan kesalahan
Dalam Kognisi Sosial................................................................ 10
C. BAB III PENUTUP........................................................................... 13
A. Kesimpulan............................................................................... 13
B. Saran ........................................................................................ 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap orang
memilih jalannya sendiri dalam menjalani hidupnya. Dan tidak banyak dari mereka
menganggap bahwa hidup itu suatu hal yang harus dijalani bahkan diperjuangkan.
Semisal mereka memilih caranya sendiri dalam menanggapi setiap liku kehidupan.
Realitas tidaknya tindakan apa yang mereka lakukan adalah sesuai dengan apa
yang mereka pikirkan dan persepsikan. Oleh karena itu aneh tidaknya setiap
tingkah laku manusia itu adalah melainkan telah memiliki makna tersendiri bagi
mereka. Dan setiap tingkah laku itu adalah wahana kognitif yang dijadikan upaya
dalam pembentukan dunia mereka sendiri dan bermakna bagi dirinya sendiri. Dan
dalam dunia tersebut mereka mengklasifikasikan dan menyusun objek objek
tertentu yaitu orang lain. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sir Frederick
Bartlett “ reaksi kognitif manusia – yakni reaksi dalam persepsi, imajinasi,
berfikir, dan pertimbangan akal sehat—cocok bila dibahas sebagai suatu upaya
yang terjadi sesudah timbulnya maksud”.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
Rumusan Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
a. Apa
pengertian Kognisi Sosial?
b. Apa saja
teori-teori dalam Kognisi Sosial?
c. Apa saja
aspek-aspek dasar dalam Kognisi Sosial?
d. Apa saja
sumber-sumber potensi yang bisa menimbulkan kesalahan dalam Kognisi Sosial?
C.
Tujuan
Masalah
Adapun Tujuan Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
a.
Untuk
mengetahui pengertian Kognisi Sosial
b.
Untuk mengetahui teori-teori dalam
Kognisi Sosial
c.
Untuk mengetahui aspek-aspek dasar
dalam Kognisi Sosial
d.
Untuk mengetahui sumber-sumber potensi
yang bisa menimbulkan kesalahan dalam Kognisi Sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kognisi Sosial
Pengertian Kognisi Sosial menurut para ahli :
·
Menurut scheerer (1954 : 49) kognisi adalah proses sentral yang
menghubungkan peristiwa-peristiwa di luar (external) dan di dalam (internal)
diri sendiri.
·
Menurut festinger (1957) kognisi adalah elemen-elemen kognitif, yaitu
hal-hal yang di ketahui oleh seseorang tentang dirinya sendiri, tentang tingkah
lakunya, dan tentang keadaan disekitarnya.
·
Menurut Neisser (1967) kognisis adalah proses yang merubah, mereduksi,
memperinci, menyimpan, mengungkapkan dan memakai setiap masukan (input) yang
datang dari alat indera.[1]
·
Menurut Baron & Byrne (2000) kognisi social adalah cara individu
untuk menganalisa, mengingat dan menggunakan informasi mengenai
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa social.[2]
Dalam menganalisa peristiwa terdapat tiga proses yaitu:
a. Attention ; proses pertama kali dimana individu memperhatikan
gejala-gejala social yang ada di sekelilingnya
b. Enconding : memasukkan apa yang diperhatikan ke dalam memori dan
menyimpannya
c. Retrieval : apabila kita menemukan gejala yang mirip, kita akan mengeluarkan
ingatan kita dan membandingkan, apabila
ternyata sama maka kita akan mengatakan sesuatu mengenai gejala tersebut atau
mengeluarkannya di saat akan menceritakan peristiwa yang dialami.[3]
Kognisi
adalah suatu sikap yang di pilih dalam menindaki atau menilai seseorang atau
benda yang diperoleh dari bagaimana mereka menyikapi kedua hal tersebut. Dan
kesan dari suatu hal tesebut bersifat individual. Seperti halnya, tidak ada dua
orang individu yang bisa berada dalam dunia kognisi yang sama. Kognisi adalah
konfigurasi pengetahuan yang terorganisir, berasal dari pengalaman masa lalu
yang kita gunakan untuk menginterpretasikan pengalaman kita. Sebagaimana kita
memiliki skema mengenai diri kita, kita juga memiliki skema tentang orang lain.
Pada kenyataannya kedua skema itu cukup serupa. Isi skema diri juga bisa
diterapkan pada orang lain. Psikolog Sir Fredick Bartlett (1932) memperkenalkan
istilah skema untuk menefer pada cara mempresentasikan proses memori. Dari
berbagai devinisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, kognisi sosial adalah
sebuah proses belajar yang dilakukan oleh individu dalam menyikapi atau
memahami dirinya maupun orang lain. (kognisi adalah pengetahuan dan kesadaran)
atau tata cara dimana kita menginterpretasikan, menganalisa, mengingat, dan
menggunakan informasi tentang dunia social. Dan kognisi social itu terjadi secara
otomatis.
B.
Teori-teori
Kognisi Sosial
Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka
yang bersangkutan akan memilih alternative perilaku yang akan membawa manfaat
yang sebesar-besarnya. Atau biasa disebut subjective expected utility (Fishbein
dan Ajzen : 1975). Dengan kemampuan memilih ini berarti factor berfikir
berperan dalam menentukan pemilihannya. Dengan kemampuan berfikir seseorang
akan dapat melihat apa yang telah terjadi sebagai bahan pertimbangan disamping
melihat apa yang dihadapi pada waktu sekarang dan juga dapat melihat ke depan
apa yang akan terjadi dalam seseorang bertindak. Dalam teori kognitif ini,
proses kognitif menjadi dasar timbulnya prasangka. Hal ini berkaitan dengan :
a. Kategorisasi atau penggolongan
Ketika seseorang mempersepsi orang lain atau kelompok mempersepsi
kelompok. Dan memasukkan itu ke dalam suatu kategori sekse, umur, pekerjaan,
pembedaan warna kulit, dll. Dan hal ini menimbulkan prasangka antara pihak satu
dengan yang lain.
b. Ingroup lawan outgroup
Orang yang berada dalam satu kelompok merasa (ingroup) dan orang yang
merasa dari kelompok lain (outgroup) dan hal ini akan menimbulkan beberapa
dampak, antara lain : anggota ingroup lebih anggota lain lebih punya kesamaan
disbanding outgroup, ingroup lebih terfavorit daripada outgroup, ingroup
memandang outgroup lebih homogen daripada ingroup baik kepribadian atau yang
lain.
Teori-Teori Konsistensi Kognitif :
Teori-teori kognitif berpangkal pada sebuah
proposisi umum yaitu bahwa kognisi (pengetahuan, kesadaran) yang tidak
konsisten dengan kognisi-kognisi lain menimbulkan keadaan psikologis yang tidak
menyenangkan dan keadaan ini mendorong orang untuk bertingkah laku agar
tercapai konsistensi antar kognisi-kognisi tersebut yang akan menimbulkan rasa
senang. Keadaan inkosisten misalnya terjadi bila kita melihat seorang menteri
sedang nongkrong di warung di tepi jalan. Menteri dan warung merupakan dua
kognisi yang tidak bisa saling berkaitan, bahkan mungkin saling berlawanan,
sehingga kalau kedua kognisi ini muncul sekaligus, timbul perasaan inkosisten
dalam diri kita, yang menyebabkan kita perlu melakukan sesuatu agar timbul
konsistensi yang menyenangkan, misalnya melihat orang itu sekali lagi untuk
meyakinkan bahwa dia sesungguhnya bukan menteri (orang yang mirip menteri),
atau mengubah struktur kognitif dengan menyatakan kepada diri sendiri bahwa
menteri adalah manusia juga yang sekali-sekali ingin santai makan di warung.
Hubungan Inkosisten antara kognisi-kognisi diberi
nama berbeda oleh beberapa ahli sebagai berikut :
1.
Heider
(1946) menamakannya ketidakseimbangan kognitif (cognitive imbalance).
2.
Newcomb
(1953) menamakannya asimetri (asymetry)
3.
Osgood
& Tannembaun (1955) menamakannya ketidakselarasan (incongruence)
4.
Festinger
(1957) menamakannya disonansi (Dissonance)
Dari ke empat tokoh yang dikemukakan di atas, yang paling terbatas
kegunaan teorinya (hanya dapat digunakan dalam situasi-situasi tertentu) adalah
Teori Ossgood & Tannembaun, sedangkan yang paling luas pemakaiannya adalah
Teori Festinger.
1.
Teori
Festinger
Dikenal dengan teori disonansi kognitif. Sikap
individu itu biasanya konsisten satu dengan yang lain. Missal : ia berpendapat
bahwa pendidikan itu baik, maka mereka mengirim anak nya ke sekolah, menurut teori ini, elemen kognitif meliputi
pengetahuan, pandangan/perbuatan, dan kepercayaan tentang lingkungan.[4]
2. Teori Rosenberg
Dikenal dengan teori affective cognitive
consistency, atau terkadang disebut teori dua factor. Rosenberg (second
& backman:1964) memusatkan perhatian pada kognitif dan afektif. Pengertian
kognitif tidak hanya mencakup pengetahuan, melainkan kepercayaan antara sikap
dengan system yang ada dalam diri individu. Sedang afektif berhubungan dengan
perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat positif
ataupun negative terhadap obyek tertentu.
3.
Teori P-O-X
Teori Heider adalah teori yang pertama dalam
bidang ini sehingga banyak dijadikan dasar oleh teori-teori lainnya. Teori ini
berpangkat pada perasaan-perasaan yang ada pada seseorang (P) terhadap orang
lain (O) dan hal yang lain (X) yang ada kaitannya dengan O,X dalam hal ini
tidak hanya berupa benda mati, tetapi bisa berupa orang lain. Ketiga hal
tersebut (P,O,dan X) membentuk suatu kesatuan.[5]
Jika unit itu mempunyai sifat yang sama di semua seginya, maka timbullah
keadaan yang seimbang dan tidak ada dorongan untuk berubah. Akan tetapi, jika
unit itu mempunyai segi-segi yang tidak bisa berjalan bersama-sama, terjadilah
ketegangan (tension) dan timbullah tekanan yang mendorong untuk mengubah
organisasi kognitif sedemikian rupa sehingga tercapai keadaan seimbang.
4.
Sistem A-B-X
Hipotesis umum yang diajukan Newcomb (1937,1957)
adalah bahwa ada hukum-hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara kepercayaan-kepercayaan
dan sikap-sikap yang ada pada seseorang.[6]
Beberapa kombinasi kepercayaan dan sikap itu ada yang tidak stabil yang
mendorong orang yang bersangkutan menuju ke situasi yang lebih stabil. Sampai
disini teori Newcomb tidak berbeda dari teori P-O-X dari Heider. Akan tetapi,
Newcomb menambahkan faktor komunikasi antar individu dan hubungan-hubungan
dalam kelompok. Komunikasilah yang memungkinkan orang untuk saling berorientasi
atau bersama-sama pada suatu objek tertentu.
5.
Prinsip Keselarasan (Congruity)
Teori ini mengenai peramalan perubahan sikap
dalam situasi eksperimental tertentu. Dalam situasi eksperimental tersebut,
suatu sumber yang dikenal melalui komunikasi, mendesak seseorang (subjek) untuk
mengambil sikap tertentu terhadap suatu objek.
Teori Osgood & Tannenbaum (1955) ini lebih
terperinci dan lebih dapat meramalkan perubahan sikap, baik terhadap sumber
komunikasi, maupun terhadap objek, tetapi ragamnya perilaku yang dapat dicakup
oleh teori ini lebih terbatas daripada teori P-O-X atau A-B-X.[7]
6.
Teori
disonansi kognitif dari Festinger (1957) tidak jauh berbeda dari teori-teori
konsistensi kognitif lainnya, tetapi ada dua perbedaan yang perlu dicatat
berikut ini:
1.
Teori
ini berisi tentang tingkah laku umum, jadi tidak khusus tentang tingkah laku
sosial.
2.
Walaupun
demikian, pengaruhnya terhadap penelitian-penelitian psikologi sosial jauh
lebih mencolok daripada teori-teori konsistensi yang lain.[8]
Inti dari teori disonansi kognitif ini sebenarnya sederhana saja:
antara elemen-elemen kognitif mungkin terjadi hubungan yang tidak pas
(nonfiting relations) yang menimbulkan disonansi (kejanggalan) kognitif;
disonansi kognitif menimbulkan desakan untuk mengurangi disonansi tersebut dan
menghindari peningkatannya; hasil dari desakan itu terwujud dalam perubahan
pada kognisi, perubahan tingkah laku, dan menghadapkan diri pada beberapa
informasi dan pendapat-pendapat baru yang sudah diseleksi terlebih dahulu.
C.
Aspek-aspek
dasar dalam Kognisi Sosial
Dalam
kognisi sosial terdapat aspek-aspek dasar yang digunakan dalam
menginterprestasikan, menganalisis mengingat dan menggunakan informasi tentang
dunia sosial. Adapun aspek aspek dasar tersebut, antara lain:
1. Skema
Sebuah
schema (skema) adalah seperangkat tatanan struktur pengetahuan atau pemahaman
mengenai beberapa konsep atau stimulus. Skema berisi pengetahuan tentang konsep
atau stimulus relasi antar berbagai pemahaman tentang konsep itu, dan
contoh-contoh spesifiknya (Fiske dan Taylor, 1991).[9]
Skema dapat berupa skema tentang orang terntentu, peran sosial, atau diri
sendiri; sikap terhadap objek tertentu; steorotip tentang kelompok tertentu;
atau persepsi tentang kejadian umum.
Skema semacam kerangka atau gambaran
yang membantu individu dalam mengorganisasikan informasi-informasi suatu
fenomena yang diperhatikan individu. Skema membantu kita mengenali aspek dari
suatu situasi atau stimulus dan skema menciptakan struktur dan penataan
situasi, memampukan kita untuk mengingat informasi dengan baik, menata dengan
dtail dan mempercepat pemrosesan informasi yang relevan. Terdapat 3 macam jenis
skema, yaitu:
Ø person :
gambaran mengenai atribut-atribut atau ciri-ciri dari individu lain atau diri
individu itu sendiri
Ø roles :
gambaran mengenai tugas dan peranan individu-individu di sekeliling kita
Ø events :
gambaran mengenai peristiwa-peristiwa sosial yang dialami atau dilihat individu
sehari-hari
Selain
menginterpretasikan aspek-aspek dasar yang terdapat dalam kognisi sosial,
individu juga dapat melakukan kesalahan-kesalahan dalam mengupayakan sesuatu.
Skema terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar kognisi
social (Wyer & Srull, 1994). Dalam hubungannya dengan atensi, skema
seringkali berperan sebagai penyaring: informasi yang konsisten dengan skema
lebih diperhatikan dan lebih mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran kita.
Informasi yang tidak cocok dengan skema kita seringkali diabaikan (Fiske,
1993), kecuali iinformasi itu sangat ekstrem. Pengkodean—informasi apa yang
dimasukkan ke dalam ingatan—informasi yang menjadi focus atensi lebih mungkin
untuk disimoan dalam ingatan jangka panjang. Mengingat kembali informasi (retrieval)—informasi
apa yang paling siap untuuk diingat—secara umum, orang melaporkan informasi
yang konsisten dengan skema mereka, namun kenyataannya, informasi yang tidak
konsisten dengan skema juga dapat secara kuat muncul dalam ingatan.
Skema juga memiliki kelemahan (segi negative). Skema mempengaruhi
apa yang kita perhatikan, apa yang masuk dalam ingatan kita, dan apa yang kita
ingat, sehingga terjadi distorsi pada pemahaman kita terhadap dunia social.
Skema memainkan peran penting dalam pembentukan prasangka, dalam pembentukan
satu komponen dasar pada stereotip tentang kelompok-kelompok social tertentu.
Skema seringkali sulit diubah—skema memiliki efek bertahan (perseverance
effect), tidak berubah nahkan ketika
menghadapi informasi yang kontradiktif. Kadangkala skjema bisa memberikan efek
pemenuhan harapan diri (self-fulfilling) yaitu
skema membuat dunia social yang kita alami menjadi konsisten dengan skema yang
kita miliki. Contoh efek bertahan, ketika kita gagal kita berusaha menghibur
diri sendiri dengan berkata, “kamu hebat kok, ini karena pertandingan yang
tidak adil”, dsb. contoh ramalan yang mewujudkan dirinya sendiri (self-fulfilling
prophecy)—ramalan yang membuat ramalan
itu sendiri benar-benar terjadi, skema guru untuk siswa yang minoritas yang
menyebabkan guru memperlakukan siswa minoritas itu secara berbeda (kurang
positif) sehingga menyebabkan prestasi siswa minoritas ini menurun. Stereotip tidak
hanya memiliki pengaruh, namun bisa melalui efek pemastian dirinya, stereotip
juga membentuk realitas social.
2. Heuristic
Seperti
yang sudah dibahas di atas tadi, tekanan efisiensi sering menyebabkan orang
mengandalkan skema yang mereka punya untuk menangani aliran informasi yang kompleks
dan cepat dalam dunia sosial. Kita membutuhkan cara untuk memilah informasi di
sekitar ini. Kita perlu tau nama struktur yang ada dalam memori jangka panjang
kita yang cocok untuk memahami situasi sosial tertentu. Tugas yang kompleks ini
diselesaikan sebagian dengan menggunakan Heuristic (Heuristis) (Tversky &
Kahneman, 1974).[10]
Pada
dasarnya metode Heuristis ini meyandingkan informasi dalam lingkungan dengan
skema untuk menentukan kemungkinan apakah penyandingan itu tepat atau tidak.
Kejenuhan
informasi (information
overloaded) adalah suatu keadaan di mana pengolahan informasi kita telah
berada di luar kapasitas kemampuan yang sesungguhnya sehingga menuntut system
kognitif yang lebih besar daripada yang bisa diolah. Berbagai strategi untuk
melebarkan kapasitas kognitif harus memenuhi 2 persyaratan, yaitu: harus
menyediakan cara yang cepat dan sederhana untuk dapat mengolah informasi social
dalam jumlah yang banyak, dan harus dapat digunakan—harus berhasil. Namun, yang
paling berguna adalah Heuristic yaitu aturan
sederhana untuk membuat keputusan kompleks atau untuk menarik kesimpulan secara
cepat dan seakan tanpa usaha yang berarti.
Heuristic
ada 2 macam:
1.
Heuristic keterwakilan (heuristic representativeness) yaitu sebuah strategi untuk membuat penilaian berdasarkan pada
sejauh mana stimuli atau peristiwa tersebut mempunyai kemiripan dengan stimuli
atau kategori yang lain. Contoh: kita mengenal Ratna sebagai pribadi yang
teratur, lramah, rapi, memiliki perpustakaan di rumahnya dan sedikit pemalu.
Namun kita tidak mengetahui pekerjaannya. Mungkin kita langsung menilainya
sebagai pustakawan. Dengan kata lain, kita menilai berdasarkan: semakin mirip
seseorang dengan ciri-ciri khas orang-orang dari suatu kelompok, semakin
mungkin ia merupakan bagian dari kelompok tersebut.
2.
Heuristic ketersediaan (availability heuristic)
yaitu sebuah strategi untuk membuat keputusan berdasarkan seberapa mudah suatu
informasi yang spesifik dapat dimunculkan dalam benak kita. Heuristic ini dapat
mengarahkan kita untuk melebih-lebihkan kemungkinan munculnya peristiwa
dramatis, namun jarang, karena peristiwa itu mudah masuk ke pikiran kita.
Contoh: banyak orang merasa lebih takut tewas dalam kecelakaan pesawat daripada
kecelakaan di darat. Hal ini karena fakta bahwa kecelakaan pesawat jauh lebih
dramatis dan menyedot lebih banyak perhatian media. Akibatnya, kecelakaan
pesawat lebih mudah terpikir sehingga berpengaruh lebih kuat dalam penilaian
individu. Heuristic ini berhubungan dengan proses pemaparan awal (priming)
meningkatnya ketersediaan informasi sebagai hasil dari sering hadirnya
rangsangan atau peristiwa-peristiwa khusus. Pemaparan awal bisa muncul bahkan
ketika individu tidak sadar akan adanya rangsangan yang telah dipaparkan sebelumnya—disebut
juga pemaparan awal otomatis.
Cara lainnya adalah dengan pemrosesan otomatis (automatic
processing) yang terjadi ketika, setelah
berpengalaman melakukan suatu tugas atau mengolah suatu onformasi tertentu yang
seakan tanpa perlu usaha yang besar, secara otomatis dan tidak disadari.
Contohnya: saat pertama kali belajar sepeda, kita memerlukan perhatian khusus
dalam mengendarainya. Seiring dengan berkembangnya keahlian bersepeda kita,
kita dapat melakukan tugas-tugas lain seperti berbicara sambil bersepeda.
Begitu teraktivasi, skema dapat menimbulkan efek perilaku yang otomatis.
D.
Sumber-sumber potensi yang bisa
menimbulkan kesalahan dalam Kognisi Sosial.
1.
Bias negativitas
Yaitu kecenderungan
memberikan perhatian lebih pada informasi yang negative. Dibandingkan dengan
informasi positif, satu saja informasi negative akan memiliki pengaruh yang
lebih kuat. Contoh : kita diberitahu bahwa dosen yang akan mengajar nanti
adalah orang yang pandai, masih muda, ramah, baik hati, cantik, namun diduga
terlibat skandal seks. Bias negative menyebabkan kita justru terpaku pada hal
yang negative dan mengabaikan hal positif.
Informasi
negatif lebih menarik perhatian ketimbang informasi positif (Pratto John,
1991).[11]
Konsekuensinya, informasi negatif lebih dipertimbangkan ketimbang informasi
positif saat orang akan melakukan penilaian (Coovert & Reeder, 1990).
Studi-studi, mulai dari studi pembentukan kesan tentang orang lain hingga
evaluasi informasi negatif dan positif untuk mengambil keputusan, menunjukkan
bahwa informasi negatif di anggap lebih penting (Taylor, 1991).
2.
Bias optimistic
Yaitu suatu
predisposisi untuk mengharapkan agar segala sesuatu dapat berakhir baik. Contoh
: pemerintah sering kali mengumumkan rencana yang terlalu optimis mengenai
proyek-proyek besar, jalan, bandara, dll. Dan hal ini menyebabkan kesalahan
perencanaan. Namun, ketika individu memperkirakan akan menerima umpan balik
atau informasi yang mungkin negatie dan memiliki konsekuensi penting, tampak ia
justru bersiap menghadapi hal yang buruk dan menunjukkan kebalikan dari pola
optimistic mereka menjadi pesimis.
3.
Pemikiran konterfaktual
Yaitu memikirkan sesuatu yang berlawanan dari keadaan
sekarang. Efek dari memikirkan “apa yang akan terjadi seandainya…”. Contoh:
ketika selamat dari kecelakaan pesawat, Andi justru memikirkan, “bagaimana bila
saya tidak langsung terjun tadi, saya sudah mati pastinya, lalu bagaimana nasib
keluarga saya sepeninggalan saya?”, dsb. Pemikiran konterfaktual dapat secara
kuat berpengaruh terhadap afeksi kita. Inaction inertia—kelambanan
apatis—muncul ketika individu memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu sehingga
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang positif.
4.
Pemikiran magis
Yaitu berpikir dengan melibatkan
asumsi yang tidak didasari alasan yang rasional. Contoh: supaya ujian lulus,
Raju berdoa banyak-banyak dan memakai banyak cincin.
5.
Menekan pikiran
Yaitu usaha untuk mencegah
pikiran-pikiran tertentu memasuki alam kesadaran. Proses ini melibatkan 2
komponen, yaitu: proses pemantauan yang otomatis yang mencari tanda-tanda
adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang memaksa untul muncul ke alam
kesadaran. Ketika pikiran tersebut terdeteksi, proses kedua terjadi, yaitu
mencegah agar pikiran tersebut tetap berada di luar kesadaran tanpa mengganggu
pikiran yang lain. Contoh: Lutfi yang ikut program diet menekan pikirannya
untuk tidak memakan makanan manis.
6.
Afek dan Kognisi
Bahwa perasaan
membentuk atau mempengaruhi fikiran dan fikiran akan membentuk perasaan. Begitu
pula dengan perasaan dan suasana hati, memiliki pengaruh yang kuat terhadap
beberapa aspek kognisi ataupun sebaliknya. Suasana hati saat ini dapat seara
kuat mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang pertama kali kita temui.
Contoh : ketika suasana hati sedang bergembira, dan berkenalan dengan orang
lain, penilaian kita terhadap orang tersebut akan lebih baik disbanding ketika
kita berkenalan dengan suasana hati yang sedang bersedih.
Pengaruh afek
lainnya adalah pengaruh pada ingatan. Ingatan yang bergantung pada suasana
hati (mood-dependent memory) yaitu apa yang kita ingat saat
berada dalam suasana hati tertentu, sebagian besar ditentukan oleh apa yang
kita pelajari sebelumnya ketika kita berada dalam suasana hati tersebut.
Pengaruh kedua dikenal dengan efek kesesuaian suasana hati (mood-congruence
effects) yaitu kecenderungan untuk menyimpan atau mengingat
informasi positif ketika berada dalam suasana hati positif dan informasi
negattif ketika berada dalam suasana hati yang negative. Suasana hati saat ini
juga berpengaruh pada komponen kognisi lain yaitu kreativitas. Informasi yang
emosional (emotional contamination) yaitu suatu proses di mana penilaian, emosi
atau perilaku kita dipengaruhi oleh pemrosesan mental yang tidak disadari dan tidak
terkontrol (Wilson & Brekke, 1994).
Kognisi juga dapat
mempengaruhi afeksi. Seperti yang dijelaskan dalam teori dua fator (Schater :
1964) yang menjelaskan bahwa kita sering tidak mengetahui perasaan atau sikap
kita sendiri. Sehingga kita menyimpulkannya dari lingkungan. Dari situasi
dimana kita mengalami reaksi internal ini. contoh: ketika kita mengalami
perasaan tertentu atas kehadiran seseorang yang menarik, kita menyimpulkan
bahwa kita sedang jatuh inta. Selain itu, kognisi bisa mempengaruhi emosi melalui
aktivitas skema yang di dalamnya terdapat komponen afektif yang kuat. Selain
itu, fikiran bisa mempengaruhi afeksi yang melibatkan kita dalam mengatur emosi
kita.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kognisi
sosial adalah sebuah proses belajar yang dilakukan oleh individu dalam
menyikapi atau memahami dirinya maupun orang lain. (kognisi adalah pengetahuan
dan kesadaran) atau tata cara dimana kita menginterpretasi, menganalisa,
mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia social. Dan kognisi social
itu terjadi secara otomatis. Dalam kognisi sosial terdapat aspek-aspek dasar
yang digunakan dalam menginterprestasikan, menganalisis mengingat dan
menggunakan informasi tentang dunia sosial. Adapun aspek aspek dasar tersebut.
Skema semacam kerangka atau gambaran yang membantu individu dalam
mengorganisasikan informasi-informasi suatu fenomena yang diperhatikan
individu. Skema membantu kita mengenali aspek dari suatu situasi atau stimulus
dan skema menciptakan struktur dan penataan situasi, memampukan kita untuk
mengingat informasi dengan baik, menata dengan detail dan mempercepat
pemrosesan informasi yang relevan. Berpikir jalan pintas (heuristic) individu
cenderung malas untuk berpikir kompleks sehingga cenderung menyederhanakan
suatu peristiwa yang dialami. Berpikir Ilusi (Illusory Thinking) ilusi dalam
konsep psikologi adalah kesalahan dalam mempersepsi sesuatu. Dalam psikologi
sosial, individu sering mengalami kesalahan dalam mempersepsi sesuatu yang
mengakibatkan terjadinya kesalahan pula dalam kognisi sosial.
B.
Kritik
dan Saran
Dengan berakhirnya
makalah ini, pasti ada kekurangan karena penyusun jugalah manusia biasa.
Mungkin dari pembahasan belum bisa dibahas secara terperinci dari makalah ini
untuk menjawab rumusan masalah tersebut. Oleh karenannya, penyusun sangat
mengharapkan kritik yang membangun dan saran untuk penyusun agar lebih baik
lagi untuk mengerjakan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Shelley E. Taylor, Letitia Anne Peplau, David O.
Sears.2009.PSIKOLOGI SOSIAL Edisi Kedua Belas.Jakarta:KENCANA PRENADA MEDIA
GROUP
Prof.Dr.Sarlito Wirawan Sarwono.2011.Teori-teori Psikologi
Sosial.Jakarta:Rajawali Pers
Bimo walgito. 1978.Psikologi social. Yogyakarta: ANDI
Robert A. Baron.2003.Psikologi social.Airlangga
Sarlito Wirawan Sarwono.2009.Psikologi Sosial.Jakarta:Salemba
Humanika
Wirawan
E.Henny, 1998.Buku ajar Psikologi Sosial 1,Jakarta:UPT Penerbit
https://annisaavianti.wordpress.com/2010/07/10/kognisi-sosial-berpikir-mengenai-dunia-sosial/
[1] Sarlito wirawan sarwono. Teori-teori psikologi social.
Jakarta : rajawali pers. 1991. Hlm. 91
[4] Bimo walgito. Psikologi
social. Yogyakarta : andi. 1978. Hlm. 21-137
[5]
Prof.Dr.Sarlito Wirawan Sarwono. Teori-teori Psikologi Sosial.Jakarta:Rajawali
Pers.2011.Hlm.98
[6] Ibid, hal 102
[7] Ibid, hal 107
[8] Ibid, hal 114
[9] Shelley E.
Taylor, Letitia Anne Peplau, David O. Sears.PSIKOLOGI SOSIAL Edisi Kedua
Belas.Jakarta:KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.2009.Hlm,97.
[10] Ibid, hal 102
[11] Ibid, hal 85
[12] Robert A. Baron. Psikologi social. Erlangga. 2003. Hal.
80-117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar