Sabtu, 24 Oktober 2015

Makalah Kognisi Sosial



MAKALAH
PSIKOLOGI SOSIAL
“KOGNISI SOSIAL : MEMAHAMI DUNIA SOSIAL”

DI SUSUN OLEH :

SONIA SWASTIKA (153.133.039)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
TAHUN AJARAN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT bahwa kami telah menyelesaikan makalah yang berjudul: “Kognisi Sosial : Memahami Dunia Sosial”. Walaupun masih jauh dari kesempurnaan, namun kami bersyukur dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu dan untuk itu kami mengharapkan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami tentang Kognisi Sosial. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai referensi yang berpengetahuan tentang Kognisi Sosial.Adapun maksud dan tujuan menyusun makalah ini adalah untuk melengkapi dan menyelesaikan tugas yang diberikan pada mata kuliah Psikologi sosial. Kami berharap agar makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi kami (penulis) dan para pembaca makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat kami harapkan. Dengan segala kerendahan hati kami berharap makalah ini berguna dan bermanfaat bagi yang memerlukannya.

                                                                            Mataram..........2015           

                                                                                                Penyusun








DAFTAR ISI
      A.     BAB I PEDAHULUAN....................................................................    1
A.    Latar Belakang..........................................................................    1
B.     Masalah ....................................................................................    1
C.     Tujuan ......................................................................................    1
       B.     BAB II PEMBAHASAN..................................................................    2
A.    Pengertian Kognisi Sosial.........................................................    2
B.     Teori-Teori Kognisi Sosial.........................................................    3
C.     Aspek-aspek dasar dalam Kognisi Sosial..................................    6
D.    Sumber-sumber potensi yang menimbulkan kesalahan
Dalam Kognisi Sosial................................................................ 10
       C.     BAB III PENUTUP........................................................................... 13
A.    Kesimpulan............................................................................... 13
B.     Saran ........................................................................................ 13


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap orang memilih jalannya sendiri dalam menjalani hidupnya. Dan tidak banyak dari mereka menganggap bahwa hidup itu suatu hal yang harus dijalani bahkan diperjuangkan. Semisal mereka memilih caranya sendiri dalam menanggapi setiap liku kehidupan. Realitas tidaknya tindakan apa yang mereka lakukan adalah sesuai dengan apa yang mereka pikirkan dan persepsikan. Oleh karena itu aneh tidaknya setiap tingkah laku manusia itu adalah melainkan telah memiliki makna tersendiri bagi mereka. Dan setiap tingkah laku itu adalah wahana kognitif yang dijadikan upaya dalam pembentukan dunia mereka sendiri dan bermakna bagi dirinya sendiri. Dan dalam dunia tersebut mereka mengklasifikasikan dan menyusun objek objek tertentu yaitu orang lain. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sir Frederick Bartlett “ reaksi kognitif manusia – yakni reaksi dalam persepsi, imajinasi, berfikir, dan pertimbangan akal sehat—cocok bila dibahas sebagai suatu upaya yang terjadi sesudah timbulnya maksud”.

B.     Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
a.       Apa pengertian Kognisi Sosial?
b.      Apa saja teori-teori dalam Kognisi Sosial?
c.       Apa saja aspek-aspek dasar dalam Kognisi Sosial?
d.      Apa saja sumber-sumber potensi yang bisa menimbulkan kesalahan dalam Kognisi Sosial?

C.     Tujuan Masalah
Adapun Tujuan Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
a.       Untuk mengetahui pengertian Kognisi Sosial
b.      Untuk mengetahui teori-teori dalam Kognisi Sosial
c.       Untuk mengetahui aspek-aspek dasar dalam Kognisi Sosial
d.      Untuk mengetahui sumber-sumber potensi yang bisa menimbulkan kesalahan dalam Kognisi Sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kognisi Sosial
Pengertian Kognisi Sosial menurut para ahli :
·         Menurut scheerer (1954 : 49) kognisi adalah proses sentral yang menghubungkan peristiwa-peristiwa di luar (external) dan di dalam (internal) diri sendiri.
·         Menurut festinger (1957) kognisi adalah elemen-elemen kognitif, yaitu hal-hal yang di ketahui oleh seseorang tentang dirinya sendiri, tentang tingkah lakunya, dan tentang keadaan disekitarnya.
·         Menurut Neisser (1967) kognisis adalah proses yang merubah, mereduksi, memperinci, menyimpan, mengungkapkan dan memakai setiap masukan (input) yang datang dari alat indera.[1]
·         Menurut Baron & Byrne (2000) kognisi social adalah cara individu untuk menganalisa, mengingat dan menggunakan informasi mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa social.[2] Dalam menganalisa peristiwa terdapat tiga proses yaitu:
a.       Attention ; proses pertama kali dimana individu memperhatikan gejala-gejala social yang ada di sekelilingnya
b.      Enconding : memasukkan apa yang diperhatikan ke dalam memori dan menyimpannya
c.       Retrieval : apabila kita menemukan gejala yang mirip, kita akan mengeluarkan ingatan kita  dan membandingkan, apabila ternyata sama maka kita akan mengatakan sesuatu mengenai gejala tersebut atau mengeluarkannya di saat akan menceritakan peristiwa yang dialami.[3]
Kognisi adalah suatu sikap yang di pilih dalam menindaki atau menilai seseorang atau benda yang diperoleh dari bagaimana mereka menyikapi kedua hal tersebut. Dan kesan dari suatu hal tesebut bersifat individual. Seperti halnya, tidak ada dua orang individu yang bisa berada dalam dunia kognisi yang sama. Kognisi adalah konfigurasi pengetahuan yang terorganisir, berasal dari pengalaman masa lalu yang kita gunakan untuk menginterpretasikan pengalaman kita. Sebagaimana kita memiliki skema mengenai diri kita, kita juga memiliki skema tentang orang lain. Pada kenyataannya kedua skema itu cukup serupa. Isi skema diri juga bisa diterapkan pada orang lain. Psikolog Sir Fredick Bartlett (1932) memperkenalkan istilah skema untuk menefer pada cara mempresentasikan proses memori. Dari berbagai devinisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, kognisi sosial adalah sebuah proses belajar yang dilakukan oleh individu dalam menyikapi atau memahami dirinya maupun orang lain. (kognisi adalah pengetahuan dan kesadaran) atau tata cara dimana kita menginterpretasikan, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia social. Dan kognisi social itu terjadi secara otomatis.
B.     Teori-teori Kognisi Sosial
Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternative perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya. Atau biasa disebut subjective expected utility (Fishbein dan Ajzen : 1975). Dengan kemampuan memilih ini berarti factor berfikir berperan dalam menentukan pemilihannya. Dengan kemampuan berfikir seseorang akan dapat melihat apa yang telah terjadi sebagai bahan pertimbangan disamping melihat apa yang dihadapi pada waktu sekarang dan juga dapat melihat ke depan apa yang akan terjadi dalam seseorang bertindak. Dalam teori kognitif ini, proses kognitif menjadi dasar timbulnya prasangka. Hal ini berkaitan dengan :
a.       Kategorisasi atau penggolongan
Ketika seseorang mempersepsi orang lain atau kelompok mempersepsi kelompok. Dan memasukkan itu ke dalam suatu kategori sekse, umur, pekerjaan, pembedaan warna kulit, dll. Dan hal ini menimbulkan prasangka antara pihak satu dengan yang lain.
b.      Ingroup lawan outgroup
Orang yang berada dalam satu kelompok merasa (ingroup) dan orang yang merasa dari kelompok lain (outgroup) dan hal ini akan menimbulkan beberapa dampak, antara lain : anggota ingroup lebih anggota lain lebih punya kesamaan disbanding outgroup, ingroup lebih terfavorit daripada outgroup, ingroup memandang outgroup lebih homogen daripada ingroup baik kepribadian atau yang lain.

Teori-Teori Konsistensi Kognitif :
Teori-teori kognitif berpangkal pada sebuah proposisi umum yaitu bahwa kognisi (pengetahuan, kesadaran) yang tidak konsisten dengan kognisi-kognisi lain menimbulkan keadaan psikologis yang tidak menyenangkan dan keadaan ini mendorong orang untuk bertingkah laku agar tercapai konsistensi antar kognisi-kognisi tersebut yang akan menimbulkan rasa senang. Keadaan inkosisten misalnya terjadi bila kita melihat seorang menteri sedang nongkrong di warung di tepi jalan. Menteri dan warung merupakan dua kognisi yang tidak bisa saling berkaitan, bahkan mungkin saling berlawanan, sehingga kalau kedua kognisi ini muncul sekaligus, timbul perasaan inkosisten dalam diri kita, yang menyebabkan kita perlu melakukan sesuatu agar timbul konsistensi yang menyenangkan, misalnya melihat orang itu sekali lagi untuk meyakinkan bahwa dia sesungguhnya bukan menteri (orang yang mirip menteri), atau mengubah struktur kognitif dengan menyatakan kepada diri sendiri bahwa menteri adalah manusia juga yang sekali-sekali ingin santai makan di warung.
Hubungan Inkosisten antara kognisi-kognisi diberi nama berbeda oleh beberapa ahli sebagai berikut :
1.      Heider (1946) menamakannya ketidakseimbangan kognitif (cognitive imbalance).
2.      Newcomb (1953) menamakannya asimetri (asymetry)
3.      Osgood & Tannembaun (1955) menamakannya ketidakselarasan (incongruence)
4.      Festinger (1957) menamakannya disonansi (Dissonance)
Dari ke empat tokoh yang dikemukakan di atas, yang paling terbatas kegunaan teorinya (hanya dapat digunakan dalam situasi-situasi tertentu) adalah Teori Ossgood & Tannembaun, sedangkan yang paling luas pemakaiannya adalah Teori Festinger.
1.      Teori Festinger
Dikenal dengan teori disonansi kognitif. Sikap individu itu biasanya konsisten satu dengan yang lain. Missal : ia berpendapat bahwa pendidikan itu baik, maka mereka mengirim anak nya ke sekolah,  menurut teori ini, elemen kognitif meliputi pengetahuan, pandangan/perbuatan, dan kepercayaan tentang lingkungan.[4]


2.      Teori Rosenberg
Dikenal dengan teori affective cognitive consistency, atau terkadang disebut teori dua factor. Rosenberg (second & backman:1964) memusatkan perhatian pada kognitif dan afektif. Pengertian kognitif tidak hanya mencakup pengetahuan, melainkan kepercayaan antara sikap dengan system yang ada dalam diri individu. Sedang afektif berhubungan dengan perasaan yang timbul pada seseorang yang menyertai sikapnya, dapat positif ataupun negative terhadap obyek tertentu.
3.      Teori P-O-X
Teori Heider adalah teori yang pertama dalam bidang ini sehingga banyak dijadikan dasar oleh teori-teori lainnya. Teori ini berpangkat pada perasaan-perasaan yang ada pada seseorang (P) terhadap orang lain (O) dan hal yang lain (X) yang ada kaitannya dengan O,X dalam hal ini tidak hanya berupa benda mati, tetapi bisa berupa orang lain. Ketiga hal tersebut (P,O,dan X) membentuk suatu kesatuan.[5] Jika unit itu mempunyai sifat yang sama di semua seginya, maka timbullah keadaan yang seimbang dan tidak ada dorongan untuk berubah. Akan tetapi, jika unit itu mempunyai segi-segi yang tidak bisa berjalan bersama-sama, terjadilah ketegangan (tension) dan timbullah tekanan yang mendorong untuk mengubah organisasi kognitif sedemikian rupa sehingga tercapai keadaan seimbang.
4.      Sistem A-B-X
Hipotesis umum yang diajukan Newcomb (1937,1957) adalah bahwa ada hukum-hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap yang ada pada seseorang.[6] Beberapa kombinasi kepercayaan dan sikap itu ada yang tidak stabil yang mendorong orang yang bersangkutan menuju ke situasi yang lebih stabil. Sampai disini teori Newcomb tidak berbeda dari teori P-O-X dari Heider. Akan tetapi, Newcomb menambahkan faktor komunikasi antar individu dan hubungan-hubungan dalam kelompok. Komunikasilah yang memungkinkan orang untuk saling berorientasi atau bersama-sama pada suatu objek tertentu.
5.      Prinsip Keselarasan (Congruity)
Teori ini mengenai peramalan perubahan sikap dalam situasi eksperimental tertentu. Dalam situasi eksperimental tersebut, suatu sumber yang dikenal melalui komunikasi, mendesak seseorang (subjek) untuk mengambil sikap tertentu terhadap suatu objek.
Teori Osgood & Tannenbaum (1955) ini lebih terperinci dan lebih dapat meramalkan perubahan sikap, baik terhadap sumber komunikasi, maupun terhadap objek, tetapi ragamnya perilaku yang dapat dicakup oleh teori ini lebih terbatas daripada teori P-O-X atau A-B-X.[7]
6.      Teori disonansi kognitif dari Festinger (1957) tidak jauh berbeda dari teori-teori konsistensi kognitif lainnya, tetapi ada dua perbedaan yang perlu dicatat berikut ini:
1.      Teori ini berisi tentang tingkah laku umum, jadi tidak khusus tentang tingkah laku sosial.
2.      Walaupun demikian, pengaruhnya terhadap penelitian-penelitian psikologi sosial jauh lebih mencolok daripada teori-teori konsistensi yang lain.[8]
Inti dari teori disonansi kognitif ini sebenarnya sederhana saja: antara elemen-elemen kognitif mungkin terjadi hubungan yang tidak pas (nonfiting relations) yang menimbulkan disonansi (kejanggalan) kognitif; disonansi kognitif menimbulkan desakan untuk mengurangi disonansi tersebut dan menghindari peningkatannya; hasil dari desakan itu terwujud dalam perubahan pada kognisi, perubahan tingkah laku, dan menghadapkan diri pada beberapa informasi dan pendapat-pendapat baru yang sudah diseleksi terlebih dahulu.
C.     Aspek-aspek dasar dalam Kognisi Sosial
Dalam kognisi sosial terdapat aspek-aspek dasar yang digunakan dalam menginterprestasikan, menganalisis mengingat dan menggunakan informasi tentang dunia sosial. Adapun aspek aspek dasar tersebut, antara lain:
1.      Skema
Sebuah schema (skema) adalah seperangkat tatanan struktur pengetahuan atau pemahaman mengenai beberapa konsep atau stimulus. Skema berisi pengetahuan tentang konsep atau stimulus relasi antar berbagai pemahaman tentang konsep itu, dan contoh-contoh spesifiknya (Fiske dan Taylor, 1991).[9] Skema dapat berupa skema tentang orang terntentu, peran sosial, atau diri sendiri; sikap terhadap objek tertentu; steorotip tentang kelompok tertentu; atau persepsi tentang kejadian umum.
Skema semacam kerangka atau gambaran yang membantu individu dalam mengorganisasikan informasi-informasi suatu fenomena yang diperhatikan individu. Skema membantu kita mengenali aspek dari suatu situasi atau stimulus dan skema menciptakan struktur dan penataan situasi, memampukan kita untuk mengingat informasi dengan baik, menata dengan dtail dan mempercepat pemrosesan informasi yang relevan. Terdapat 3 macam jenis skema, yaitu:
Ø  person : gambaran mengenai atribut-atribut atau ciri-ciri dari individu lain atau diri individu itu sendiri
Ø  roles : gambaran mengenai tugas dan peranan individu-individu di sekeliling kita
Ø  events : gambaran mengenai peristiwa-peristiwa sosial yang dialami atau dilihat individu sehari-hari
Selain menginterpretasikan aspek-aspek dasar yang terdapat dalam kognisi sosial, individu juga dapat melakukan kesalahan-kesalahan dalam mengupayakan sesuatu.
Skema terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar kognisi social (Wyer & Srull, 1994). Dalam hubungannya dengan atensi, skema seringkali berperan sebagai penyaring: informasi yang konsisten dengan skema lebih diperhatikan dan lebih mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran kita. Informasi yang tidak cocok dengan skema kita seringkali diabaikan (Fiske, 1993), kecuali iinformasi itu sangat ekstrem. Pengkodean—informasi apa yang dimasukkan ke dalam ingatan—informasi yang menjadi focus atensi lebih mungkin untuk disimoan dalam ingatan jangka panjang. Mengingat kembali informasi (retrieval)—informasi apa yang paling siap untuuk diingat—secara umum, orang melaporkan informasi yang konsisten dengan skema mereka, namun kenyataannya, informasi yang tidak konsisten dengan skema juga dapat secara kuat muncul dalam ingatan.
Skema juga memiliki kelemahan (segi negative). Skema mempengaruhi apa yang kita perhatikan, apa yang masuk dalam ingatan kita, dan apa yang kita ingat, sehingga terjadi distorsi pada pemahaman kita terhadap dunia social. Skema memainkan peran penting dalam pembentukan prasangka, dalam pembentukan satu komponen dasar pada stereotip tentang kelompok-kelompok social tertentu. Skema seringkali sulit diubah—skema memiliki efek bertahan (perseverance effect), tidak berubah nahkan ketika menghadapi informasi yang kontradiktif. Kadangkala skjema bisa memberikan efek pemenuhan harapan diri (self-fulfilling) yaitu skema membuat dunia social yang kita alami menjadi konsisten dengan skema yang kita miliki. Contoh efek bertahan, ketika kita gagal kita berusaha menghibur diri sendiri dengan berkata, “kamu hebat kok, ini karena pertandingan yang tidak adil”, dsb. contoh ramalan yang mewujudkan dirinya sendiri (self-fulfilling prophecy)—ramalan yang membuat ramalan itu sendiri benar-benar terjadi, skema guru untuk siswa yang minoritas yang menyebabkan guru memperlakukan siswa minoritas itu secara berbeda (kurang positif) sehingga menyebabkan prestasi siswa minoritas ini menurun. Stereotip tidak hanya memiliki pengaruh, namun bisa melalui efek pemastian dirinya, stereotip juga membentuk realitas social.
2.      Heuristic
Seperti yang sudah dibahas di atas tadi, tekanan efisiensi sering menyebabkan orang mengandalkan skema yang mereka punya untuk menangani aliran informasi yang kompleks dan cepat dalam dunia sosial. Kita membutuhkan cara untuk memilah informasi di sekitar ini. Kita perlu tau nama struktur yang ada dalam memori jangka panjang kita yang cocok untuk memahami situasi sosial tertentu. Tugas yang kompleks ini diselesaikan sebagian dengan menggunakan Heuristic (Heuristis) (Tversky & Kahneman, 1974).[10]

Pada dasarnya metode Heuristis ini meyandingkan informasi dalam lingkungan dengan skema untuk menentukan kemungkinan apakah penyandingan itu tepat atau tidak.
Kejenuhan informasi (information overloaded) adalah suatu keadaan di mana pengolahan informasi kita telah berada di luar kapasitas kemampuan yang sesungguhnya sehingga menuntut system kognitif yang lebih besar daripada yang bisa diolah. Berbagai strategi untuk melebarkan kapasitas kognitif harus memenuhi 2 persyaratan, yaitu: harus menyediakan cara yang cepat dan sederhana untuk dapat mengolah informasi social dalam jumlah yang banyak, dan harus dapat digunakan—harus berhasil. Namun, yang paling berguna adalah Heuristic yaitu aturan sederhana untuk membuat keputusan kompleks atau untuk menarik kesimpulan secara cepat dan seakan tanpa usaha yang berarti.
Heuristic ada 2 macam:
1.      Heuristic keterwakilan (heuristic representativeness) yaitu sebuah strategi untuk membuat penilaian berdasarkan pada sejauh mana stimuli atau peristiwa tersebut mempunyai kemiripan dengan stimuli atau kategori yang lain. Contoh: kita mengenal Ratna sebagai pribadi yang teratur, lramah, rapi, memiliki perpustakaan di rumahnya dan sedikit pemalu. Namun kita tidak mengetahui pekerjaannya. Mungkin kita langsung menilainya sebagai pustakawan. Dengan kata lain, kita menilai berdasarkan: semakin mirip seseorang dengan ciri-ciri khas orang-orang dari suatu kelompok, semakin mungkin ia merupakan bagian dari kelompok tersebut.
2.      Heuristic ketersediaan (availability heuristic) yaitu sebuah strategi untuk membuat keputusan berdasarkan seberapa mudah suatu informasi yang spesifik dapat dimunculkan dalam benak kita. Heuristic ini dapat mengarahkan kita untuk melebih-lebihkan kemungkinan munculnya peristiwa dramatis, namun jarang, karena peristiwa itu mudah masuk ke pikiran kita. Contoh: banyak orang merasa lebih takut tewas dalam kecelakaan pesawat daripada kecelakaan di darat. Hal ini karena fakta bahwa kecelakaan pesawat jauh lebih dramatis dan menyedot lebih banyak perhatian media. Akibatnya, kecelakaan pesawat lebih mudah terpikir sehingga berpengaruh lebih kuat dalam penilaian individu. Heuristic ini berhubungan dengan proses pemaparan awal (priming) meningkatnya ketersediaan informasi sebagai hasil dari sering hadirnya rangsangan atau peristiwa-peristiwa khusus. Pemaparan awal bisa muncul bahkan ketika individu tidak sadar akan adanya rangsangan yang telah dipaparkan sebelumnya—disebut juga pemaparan awal otomatis.
Cara lainnya adalah dengan pemrosesan otomatis (automatic processing) yang terjadi ketika, setelah berpengalaman melakukan suatu tugas atau mengolah suatu onformasi tertentu yang seakan tanpa perlu usaha yang besar, secara otomatis dan tidak disadari. Contohnya: saat pertama kali belajar sepeda, kita memerlukan perhatian khusus dalam mengendarainya. Seiring dengan berkembangnya keahlian bersepeda kita, kita dapat melakukan tugas-tugas lain seperti berbicara sambil bersepeda. Begitu teraktivasi, skema dapat menimbulkan efek perilaku yang otomatis.
D.    Sumber-sumber potensi yang bisa menimbulkan kesalahan dalam Kognisi Sosial.
1.      Bias negativitas
Yaitu kecenderungan memberikan perhatian lebih pada informasi yang negative. Dibandingkan dengan informasi positif, satu saja informasi negative akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Contoh : kita diberitahu bahwa dosen yang akan mengajar nanti adalah orang yang pandai, masih muda, ramah, baik hati, cantik, namun diduga terlibat skandal seks. Bias negative menyebabkan kita justru terpaku pada hal yang negative dan mengabaikan hal positif.
Informasi negatif lebih menarik perhatian ketimbang informasi positif (Pratto John, 1991).[11] Konsekuensinya, informasi negatif lebih dipertimbangkan ketimbang informasi positif saat orang akan melakukan penilaian (Coovert & Reeder, 1990). Studi-studi, mulai dari studi pembentukan kesan tentang orang lain hingga evaluasi informasi negatif dan positif untuk mengambil keputusan, menunjukkan bahwa informasi negatif di anggap lebih penting (Taylor, 1991).
2.      Bias optimistic
Yaitu suatu predisposisi untuk mengharapkan agar segala sesuatu dapat berakhir baik. Contoh : pemerintah sering kali mengumumkan rencana yang terlalu optimis mengenai proyek-proyek besar, jalan, bandara, dll. Dan hal ini menyebabkan kesalahan perencanaan. Namun, ketika individu memperkirakan akan menerima umpan balik atau informasi yang mungkin negatie dan memiliki konsekuensi penting, tampak ia justru bersiap menghadapi hal yang buruk dan menunjukkan kebalikan dari pola optimistic  mereka menjadi pesimis.
3.      Pemikiran konterfaktual
Yaitu memikirkan sesuatu yang berlawanan dari keadaan sekarang. Efek dari memikirkan “apa yang akan terjadi seandainya…”. Contoh: ketika selamat dari kecelakaan pesawat, Andi justru memikirkan, “bagaimana bila saya tidak langsung terjun tadi, saya sudah mati pastinya, lalu bagaimana nasib keluarga saya sepeninggalan saya?”, dsb. Pemikiran konterfaktual dapat secara kuat berpengaruh terhadap afeksi kita. Inaction inertia—kelambanan apatis—muncul ketika individu memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu sehingga kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang positif.

4.      Pemikiran magis
Yaitu berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak didasari alasan yang rasional. Contoh: supaya ujian lulus, Raju berdoa banyak-banyak dan memakai banyak cincin.
5.      Menekan pikiran
Yaitu usaha untuk mencegah pikiran-pikiran tertentu memasuki alam kesadaran. Proses ini melibatkan 2 komponen, yaitu: proses pemantauan yang otomatis yang mencari tanda-tanda adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang memaksa untul muncul ke alam kesadaran. Ketika pikiran tersebut terdeteksi, proses kedua terjadi, yaitu mencegah agar pikiran tersebut tetap berada di luar kesadaran tanpa mengganggu pikiran yang lain. Contoh: Lutfi yang ikut program diet menekan pikirannya untuk tidak memakan makanan manis.
6.      Afek dan Kognisi
Bahwa perasaan membentuk atau mempengaruhi fikiran dan fikiran akan membentuk perasaan. Begitu pula dengan perasaan dan suasana hati, memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa aspek kognisi ataupun sebaliknya. Suasana hati saat ini dapat seara kuat mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang pertama kali kita temui. Contoh : ketika suasana hati sedang bergembira, dan berkenalan dengan orang lain, penilaian kita terhadap orang tersebut akan lebih baik disbanding ketika kita berkenalan dengan suasana hati yang sedang bersedih.
Pengaruh afek lainnya adalah pengaruh pada ingatan. Ingatan yang bergantung pada suasana hati (mood-dependent memory) yaitu apa yang kita ingat saat berada dalam suasana hati tertentu, sebagian besar ditentukan oleh apa yang kita pelajari sebelumnya ketika kita berada dalam suasana hati tersebut. Pengaruh kedua dikenal dengan efek kesesuaian suasana hati (mood-congruence effects) yaitu kecenderungan untuk menyimpan atau mengingat informasi positif ketika berada dalam suasana hati positif dan informasi negattif ketika berada dalam suasana hati yang negative. Suasana hati saat ini juga berpengaruh pada komponen kognisi lain yaitu kreativitas. Informasi yang emosional (emotional contamination) yaitu suatu proses di mana penilaian, emosi atau perilaku kita dipengaruhi oleh pemrosesan mental yang tidak disadari dan tidak terkontrol (Wilson & Brekke, 1994).
Kognisi juga dapat mempengaruhi afeksi. Seperti yang dijelaskan dalam teori dua fator (Schater : 1964) yang menjelaskan bahwa kita sering tidak mengetahui perasaan atau sikap kita sendiri. Sehingga kita menyimpulkannya dari lingkungan. Dari situasi dimana kita mengalami reaksi internal ini. contoh: ketika kita mengalami perasaan tertentu atas kehadiran seseorang yang menarik, kita menyimpulkan bahwa kita sedang jatuh inta. Selain itu, kognisi bisa mempengaruhi emosi melalui aktivitas skema yang di dalamnya terdapat komponen afektif yang kuat. Selain itu, fikiran bisa mempengaruhi afeksi yang melibatkan kita dalam mengatur emosi kita.[12]















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kognisi sosial adalah sebuah proses belajar yang dilakukan oleh individu dalam menyikapi atau memahami dirinya maupun orang lain. (kognisi adalah pengetahuan dan kesadaran) atau tata cara dimana kita menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia social. Dan kognisi social itu terjadi secara otomatis. Dalam kognisi sosial terdapat aspek-aspek dasar yang digunakan dalam menginterprestasikan, menganalisis mengingat dan menggunakan informasi tentang dunia sosial. Adapun aspek aspek dasar tersebut. Skema semacam kerangka atau gambaran yang membantu individu dalam mengorganisasikan informasi-informasi suatu fenomena yang diperhatikan individu. Skema membantu kita mengenali aspek dari suatu situasi atau stimulus dan skema menciptakan struktur dan penataan situasi, memampukan kita untuk mengingat informasi dengan baik, menata dengan detail dan mempercepat pemrosesan informasi yang relevan. Berpikir jalan pintas (heuristic) individu cenderung malas untuk berpikir kompleks sehingga cenderung menyederhanakan suatu peristiwa yang dialami. Berpikir Ilusi (Illusory Thinking) ilusi dalam konsep psikologi adalah kesalahan dalam mempersepsi sesuatu. Dalam psikologi sosial, individu sering mengalami kesalahan dalam mempersepsi sesuatu yang mengakibatkan terjadinya kesalahan pula dalam kognisi sosial.
B.     Kritik dan Saran
Dengan berakhirnya makalah ini, pasti ada kekurangan karena penyusun jugalah manusia biasa. Mungkin dari pembahasan belum bisa dibahas secara terperinci dari makalah ini untuk menjawab rumusan masalah tersebut. Oleh karenannya, penyusun sangat mengharapkan kritik yang membangun dan saran untuk penyusun agar lebih baik lagi untuk mengerjakan makalah-makalah selanjutnya.





DAFTAR PUSTAKA
Shelley E. Taylor, Letitia Anne Peplau, David O. Sears.2009.PSIKOLOGI SOSIAL Edisi Kedua Belas.Jakarta:KENCANA PRENADA MEDIA GROUP
Prof.Dr.Sarlito Wirawan Sarwono.2011.Teori-teori Psikologi Sosial.Jakarta:Rajawali Pers
Bimo walgito. 1978.Psikologi social. Yogyakarta: ANDI
Robert A. Baron.2003.Psikologi social.Airlangga
Sarlito Wirawan Sarwono.2009.Psikologi Sosial.Jakarta:Salemba Humanika
Wirawan E.Henny, 1998.Buku ajar Psikologi Sosial 1,Jakarta:UPT Penerbit
https://annisaavianti.wordpress.com/2010/07/10/kognisi-sosial-berpikir-mengenai-dunia-sosial/







[1] Sarlito wirawan sarwono. Teori-teori psikologi social. Jakarta : rajawali pers. 1991. Hlm. 91
[4] Bimo walgito. Psikologi social. Yogyakarta : andi. 1978. Hlm. 21-137
[5] Prof.Dr.Sarlito Wirawan Sarwono. Teori-teori Psikologi Sosial.Jakarta:Rajawali Pers.2011.Hlm.98
[6] Ibid, hal 102
[7] Ibid, hal 107
[8] Ibid, hal 114
[9] Shelley E. Taylor, Letitia Anne Peplau, David O. Sears.PSIKOLOGI SOSIAL Edisi Kedua Belas.Jakarta:KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.2009.Hlm,97.
[10] Ibid, hal 102
[11] Ibid, hal 85
[12] Robert A. Baron. Psikologi social. Erlangga. 2003. Hal. 80-117

 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar