PENGUNGKAPAN DAN PEMAHAMAN KEBUTUHAN
(NEED
ASSESMENT)

A. LATAR BELAKANG
Assesmen
merupakan penilaian dan penafsiran terhadap situasi dan orang-orang yang
terlibat dalam sebuah aktivitas. Secara garis besar assesmen mempunyai dua
tujuan. Pertama, membantu mendefinisikan masalah dan kedua menunjukan
sumber-sumber yang berhubungan dengan upaya penanganan sebuah masalah. Jika
assesmen dilakukan untuk memahami tentang kebutuhan, maka tujuannyapun adalah
untuk memberikan pengertian tentang kebutuhan dan berupaya mengemukakan
sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan.
Aktivitas assesment yang dilaksanakan oleh para pekerja sosial senantiasa
menerapkan dasar-dasar pengetahuan umum (the basic of general knowledge) sampai
kepada dasar-dasar pengetahuan khusus (the basic of specifik knowledge) pada
sekumpulan peristiwa dan orang-orang khusus. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pekerja sosial pada tahap assesment adalah pengumpulan data, pengecekan data,
analisis data dan penarikan kesimpulan.
B. ASSESMEN KEBUTUHAN (Pertimbangan Teoritis).
Untuk
melakukan assesmen terhadap kebutuhan, terlebih dahulu harus memahami tentang
konsep kebutuhan. Untuk mengilustrasikan
konsep kebutuhan dan penerapannya pada pelayanan sosial, kita akan
menjelaskannya secara singkat dan sederhana. Dalam menentukan bahwa individu
atau kelompok memiliki sebuah kebutuhan, maka penting untuk mengevaluasi
kondisi yang bertentangan dengan standar yang dibentuk masyarakat. Jika masyarakat berada di
atas standar, maka berarti tidak ada kebutuhan; dan jika berada di bawah
standar, berarti ada kebutuhan. Kesulitan muncul ketika menjelaskan
standar-standar tersebut. Sering ada kesamaran, susah dimengerti dan
berubah-ubah. Kita akan mendiskusikan sejumlah perspektif tentang standar pada
seksi berikutnya dari bab ini, tetapi terlebih dahulu kita akan menguji dua
perspektif teoritis tentang kebutuhan.
Ponsioen dan Maslow telah menawarkan
sejumlah pemikiran yang sangat berguna tentang kebutuhan. Ponsioen (1962)
berpendapat bahwa tanggung jawab awal sebuah masyarakat atau komunitas adalah
memenuhi kebutuhan hidup dasar bagi anggotanya, termasuk kebutuhan biologis,
sosial, emosional dan spiritual. Meskipun kebutuhan ini mungkin dijelaskan
secara berbeda sepanjang waktu, tiap masyarakat atau komunitas akan
mengidentifikasi suatu level hidup yang rendah dimana berusaha tidak orang yang
akan mengalaminya. Dengan kerangka kerja, kebutuhan masyarakat tetap tersedia
ketika beberapa kelompok tidak memiliki akses terhadap barang-barang dan
pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan. Kebutuhan, dalam hal ini bersifat relatif
dan isu perencanaan menjadi salah satu dari distribusi dan redistribusi.
Maslow (1954) melakukan suatu
pendekatan berbeda; dia berpendapat tingkat kebutuhan yang didiskusikan dalam
bentuk hierarki. Menurutnya, orang-orang sadar atas kebutuhan mereka dalam
suatu cara yang telah ditentukan__dari cara botton up_dan hanya ketika
kebutuhan yang lebih utama atau rendah sudah memuaskan, maka kebutuhan yang
lebih tinggi dapat dimunculkan. Secara lebih spesifik, sampai kebutuhan hidup
psikologisnya terpenuhi (seperti makanan dan tempat tinggal), seseorang tidak
dapat dipisahkan dari rasa aman. Pencapaian tingkat kebutuhan kedua ini, maka
selanjutnya memperhatikan pada tingkat kebutuhan yang paling tinggi_yaitu
kebutuhan kasih sayang/cinta dan aktualisasi diri.
Meskipun pembahasan dari
konsep-konsep ini mungkin kelihatan jauh dari masalah praktis perencanaan,
tetapi pada kenyataanya dipadukan dalam banyak perencanan masyarakat. Sebagai
contoh, Pemerintah Inggris telah meningkatkan pelayanan kesehatan nasional
karena adanya suatu pemahaman yang besar dari pendapat Ponsion. Dibanding
menghabiskan sumber daya yang ada untuk pengembangan teknologi kesehatan yang
lebih maju dan tersedia bagi pasien, maka kebijakan pemerintah adalah
memberikan prioritas pada perawatan medis utama dan pelayanan kesehatan yang
tersedia bagi masyarakat umum.
Sebuah contoh kerangka kerja
hierarkis Maslow yang telah diterapkan dan dapat ditemui dalam program-program
yang berkaitan dengan pelecehan pada pasangannya (KDRT). Tingkat awal dari
provisi pelayanan ini adalah tempat perlindungan bagi wanita yang telah
mengalami pelecehan. Pada awalnya, kebutuhan hidup utama ditujukan pada
makanan, perumahan dan jika perlu perawatan kesehatan bagi para wanita dan
anak-anak. Hanya ketika kebutuhan ini sudah diberikan, maka staf lembaga
pelayanan dapat melanjutkan pada tingkat berikutnya yaitu kebutuhan rasa aman
(pada saat tempat perlindungan itu sendiri menyediakan pelayanan perumahan yang
aman, pelayanan resmi sering dibutuhkan bagi keamanan jangka panjang). Ketika
kebutuhan keamanan dan survival telah terpenuhi, staf lembaga pelayanan
selanjutnya dapat meninggikan tingkat kebutuhannya yaitu membantu kaum wanita
mencapai kebutuhan rasa memiliki /sense of belonging (tempat
perlindungan/penampungan pada kenyataannya dapat menciptakan suatu komunitas
antara keluarga dan staf pelayanan yang saling mendukung dan rasa ingin
dihargai /self esteem (melalui partisipasi dalam kelompok-kelompok dukungan)
dan pada akhirnya kebutuhan aktualisasi diri (kepercayaan diri, otoritas
pribadi dan memerintahkan diri sendiri) melalui penemuan pekerjaan yang sangat
bermanfaat, ketentuan perawatan anak, dukungan anak dan perumahan permanen.
- ASESMEN KEBUTUHAN DAN PROSES PERENCANAAN
Pada
saat permasalahan telah diidentifikasi dan diterangkan, maka harus
diterjemahkan ke dalam kebutuhan (pada akhirnya kebutuhan akan diterjemahkan ke
dalam pelayanan) yang dimasukkan dalam proses perencanaan.
Dalam bentuk rangkuman, maka kita
telah mencoba untuk mengilustrasikannya sebagai berikut:
§ Permasalahan harus
diterjemahkan ke dalam kebutuhan
§ Kebutuhan merupakan
sebuah konsep normatif yang dipisahkan menurut lingkungan sosial, politik dan
ekonomi.
§ Para ilmuwan berbeda
penafsiran tentang konsep tersebut.
§ Ponsioen menerangkan
kebutuhan dalam bentuk tingkat yang rendah, di mana tidak ada orang yang akan
mengalaminya.
§ Maslow menerangkan
kebutuhan sebagai suatu hierarky di mana pertimbangan tingkat yang lebih tinggi
menjadi kebutuhan hanya setelah kebutuhan pada tingkat rendah terpenuhi.
Memahami
kebutuhan memerlukan isu-isu utama yang kita tempatkan. Pertama adalah
pemahaman tentang bentuk kebutuhan dengan penekanan spesifik pada kompleksitas
kebutuhan sebagai sebuah konsep perencanaan. Kedua adalah menguji faktor-faktor
yang mempengaruhi kebutuhan. Ketiga adalah penggalian kategori kebutuhan dan
keempat berkaitan dengan masalah umum tentang realibilitas dan validitas data
yang digunakan untuk menentukan kebutuhan.
- FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DEFINISI KEBUTUHAN
Kebutuhan
mencakup pernyataan tentang nilai dan preferensi dan dipengaruhi oleh
keberadaan institusi sosial, politik dan ekonomi. Kita mengembangkan argumen
ini menurut pernyataan Ponsioen dan Maslow yang diterima dalam realitas ini
ketika mereka berusaha menggambarkan tingkat-tingkat kebutuhan dan peningkatan
prirotitasnya. Posisi ini dibentuk atas dasar sejumlah asumsi. Asumsi pertama
adalah bahwa kebutuhan itu sendiri elastis dan relatif dibanding statis dan
absolute. Jika kebutuhan bersifat absolut, tugas perencanaan secara langsung
bersifat relatif. Setelah mendefinisikan kebutuhan dan mengukurnya menurut
ruang lingkup, tugas utama adalah mengembangkan sebuah rencana pelayanan dan
program untuk memenuhi kebutuhan yang telah didefinisikan dan kemudian
mendapatkan sumber daya untuk melaksanakan rencana tersebut. Pengalaman
menunjukkan lain. Paling baik, asesmen kebutuhan membantu perencana dalam
memperkirakan kebutuhan apa di masa sekarang dan mendatang jika sikap, harapan,
kondisi dan nilai-nilai tidak berubah secara dramatis.
Ketika perhatian difokuskan pada permasalahan dan
pelayanan yang disediakan, harapan akan muncul dan tuntutan/permintaan akan
meningkat. Para tuna wisma,
contohnya, tidak perlu membuat sebuah permintaan perumahan dalam masyarakat.
Para tuna wisma akan berada pada deretan ribuan rumah kosong. Hal ini hanya
ketika bantuan perumahan yang diusahakan menjadi tersedia dan sarananya
memungkinkan para tuna wisma untuk membeli perumahan itu dimana tuntutan
kebutuhan dibuat dengan tipe rumah yang terbatas ini.
Ada sejumlah faktor yang muncul dari
adanya pertimbangan sosial, politik dan ekonomi yang mempengaruhi fenomena
elastisitas. Tiga diantaranya adalah standar kehidupan, lingkungan
sosial-politik, dan ketersediaan sumber daya dan teknology yang semuanya
dibahas berikut ini :
a.
Standard
of living. Beberapa pelayanan perumahan yang
dipertimbangkan memadai di masa lalu akan diklasifikasikan sebagai substandar
pada masa sekarang. Pelayanan perumahan itu sendiri tidak berubah, tetapi
harapan tetap ada.
b. Socialpolitica environment. Sikap masyarakat
dan harapannya secara konstan berubah. Generasi masa lalu, sebagai contoh,
dugaan tentang pelayanan Day Care (penitipan anak) akan ditolak
mentah-mentah. Diharapkan bahwa para ibu tetap menyisakan waktu di rumah untuk
merawat anak-anak mereka, memasuki dunia kerja hanya ketika fungsi ini sudah
terpenuhi. Banyak kalangan profesional, termasuk pada Biro Anak-anak di
Departemen Kesehatan, sosial dan kesejahteraan USA, menyatakan bahwa hal ini
memiliki pengaruh negatif terhadap keluarga dan hasil perkembangan anak. Pada
tahun 1970, sikap ini telah berubah, dan pada masa sekarang, stigma tersebut
mengarah untuk menempatkan seorang anak pada tempat penitipan anak (Day Care).
kenyataannya, beberapa penelitian menyatakan bahwa bagi beberapa anak,
ketentuan ini mempunyai pengaruh positif. Ketika sosialpolitik telah berubah,
maka definisi kebutuhan juga telah berubah.
c. Availability of resources and the existence
of technology (ketersediaan sumber daya dan
teknology).
Pengetahuan kita tentang
proses penuaan telah berubah sepanjang sumber daya dan teknology tersedia untuk
meningkatkan kualitas hidup bagi lanjut usia. Ketika sumber daya dan teknology
telah berubah, maka definisi kebutuhan juga berubah.
Kebutuhan
merupakan sebuah konsep yang berguna dalam analisis yang cermat bagi
orang-orang yang bertanggung jawab dalam perencanaan pelayanan sosial. Seperti
yang sudah diindikasikan, penggunaan yang samar atau implisit dari bentuk
konsep tertentu dapat mengarah pada program yang tidak dipahami atau prediksi
yang tidak akurat. Hal ini penting untuk menjaga pemikiran bahwa kebutuhan
dipisahkan oleh nilai dan memiliki elastisitas yang dipengaruhi oleh perubahan
standar kehidupan, lingkungan sosial-politik dan perubahan sumber daya serta
teknology. Dengan pemikiran ini, kita dapat bergerak pada pertimbangan tentang
kategori kebutuhan yaitu kebutuhan apa yang disebutkan lebih awal.
- KATEGORI KEBUTUHAN DAN PROSES PERENCANAAN
Kebutuhan yang
ditentukan harus menggunakan salah satu pendekatan yang tepat.. Sebab
masing-masing perspektif dibatasi dan menyediakan pengertian yang mendalam terhadap
setiap peristiwa berdasarkan keempat dimensi sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya.
Penilaian kebutuhan
secara konseptual masih terkesan rancu. Kebutuhan pada dasarnya dinilai secara
berbeda sesuai dengan pergeseran dalam menjelaskannya dari waktu ke waktu.
Selanjutnya kebanyakan para agen jasa kemasyarakatan sedang mencoba untuk
memahami dan mencoba mengukur tentang sumber daya yang tersedia pada waktu yang
tepat. Kendati kelemahan-kelemahan ini nampak, namun terdapat upaya untuk mempertimbangkan
manfaat dari suatu proses penilaian kebutuhan. Dalam praktek, para manajer
harus secara konstan meninjau ulang sumber daya dan uang yang tersedia bagi
mereka dan mempekerjakan teknik-teknik yang membuat penggunaan terbaik dari
informasi ini.
Selanjutnya analisis kebutuhan
dipengaruhi oleh dua aspek yaitu kuantitatif dan kualitatif. Kedua aspek
tersebut menggambarkan tentang suatu gagasan mengenai aktivitas apa yang harus
dikerjakan dan mengukur target pemenuhan kebutuhan kelompok.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya diterjemahkan ke dalam sasaran hasil yang
terukur sebagai sumber daya yang penting
dalam mengevaluasi sebuah program.
Ada dua masalah utama di dalam
melaksanakan penilaian suatu kebutuhan. Pertama adalah mengenai
ketersediaan data, kedua mengenai keandalan data. Untuk menjawab persoalan
tersebut, maka seorang pekerja social atau perencana senantiasa dalam melakukan
tugasnya perlu memperhatikan tentang beberapa hal sebagai berikut : pertama,
data apa saja yang harus dikumpulkan. Kedua, darimana data tersebut
dikumpulkan. Lebih menekankan pada siapa saja sumber data. Ketiga, bagaimana
caranya mengumpulkan data tersebut. Upaya ini menekankan pada metode dan
teknik-tekni pengumpulan data. Selanjutnya keempat adalah tentang bagaimana
menguji validitas dan reliabilitas teknis pengumpulan data yang akan digunakan.
Secara ringkas dapat disebutkan point-point dari uraian tersebut yang
bermanfaat dalam mengidentifikasi indikator dari pengumpulan data dan kebutuhan
adalah :
· Ada empat konsepsi yang berbeda tentang kebutuhan,
yaitu kebutuhan normative, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang diungkapkan
dan kebutuhan relative.
·
Keempat konsepsi
kebutuhan tersebut harus dipertimbangkan dalam penilaian terhadap kebutuhan.
· Mengidentifikasi kemungkinan kerugian yang dialami oleh populasi merupakan
poin utama dalam penilaian kebutuhan.
·
Ketersediaan dan keandalan data adalah
pertimbangan-pertimbangan yang penting dalam
penilaian.
C. ASSESMEN KEBUTUHAN (Pendekatan Untuk Pengukuran).
Terdapat empat
perspektif komplementer yang berbeda pada kebutuhan, yaitu kebutuhan yang
dirasakan, kebutuhan normatif, kebutuhan yang diungkapkan dan kebutuhan relatif.
Terdapat metodologi yang berbeda ketika kita mencoba untuk mengukur kebutuhan. Masing-masing
memiliki kelibihan dan kekuatannya sendiri. Para perencana program perlu memahaminya
ketika mereka mempertimbangkan apa yang sumber daya yang tersedia untuk
penilaian kebutuhan dan bagaimana penilaian harus dilakukan. Kelima metodologi itu
adalah (a) penghitungan-penghitungan dari studi-studi (b) jasa statistik (c)
inventaris sumber daya (d) melaksanakan survey sosial, dan (e) forum-forum publik/dengar pendapat.
1. PENGHITUNGAN-PENGHITUNGAN DARI SURVEI-SURVEI
(Kebutuhan-Kebutuhan Berdasarkan Norma).
Seringkali perencana
program berasumsi bahwa usaha apapun untuk menilai kebutuhan harus didasarkan
pada sumber data primer, yaitu data yang mereka himpun sendiri secara langsung
dari klien/orang yang bersangkutan. Dalam pelaksanaannya, mereka mengabaikan nilai tentang menggunakan sumber
sekunder, yaitu data yang dikumpulkan oleh orang yang atau dari orang lain di
dalam area-area geografis lain atau untuk tujuan-tujuan lain. Hal ini akan mengacaukan
ketegasan dalam ketelitian, sebab studi yang dilaksanakan hanya sebatas
lingkungan yang sempit (data primer) dan tidak memperhitungkan situasi
lingkngan dari individu atau suatu komunitas yang menjadi sasaran survey. Kadang
kala para perencana sering menyediakan strategi paling efektif dan efisien
untuk menaksir kebutuhan bila sumber daya dan waktu adalah satu faktor yang
berpengaruh. Sebagai contoh, survei-survei topik khusus yang mencakup area-area
seperti penyalahgunaan anak dan lanjut
usia. Daftar biaya pengiriman barang-barang kelaziman ini dapat bermanfaat
untuk menaksir kebutuhan dan untuk bertindak sebagai acuan-acuan dibanding
dengan target-target yang diusulkan dapat diukur.
2. PENGGUNAAN
INVENTARIS SUMBER DAYA (Kebutuhan Normatif)
Sebuah
inventaris sumber daya pada dasarnya merupakan suatu strategy pemetaan yang
berusaha untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang dibutuhkan sehingga
keseluruhan sistem dapat diidentifikasi dan batasan-batasanya dapat dibentuk. Pengiventarisan sumber daya biasanya dimulai dengan kelompok
populasi berisiko yang dapat diidentifikasi, seperti para lanjut usia, keluarga
single-parent, cacat mental atau pecandu alkohol. Perencana program berusaha
untuk mengidentifikasi semua lembaga, publik dan swasta yang menawarkan
pelayanan bagi kelompok populasi berisiko tersebut. Untuk melakukan sebuah
penginventarisan (untuk tujuan perencanaan) membutuhkan suatu pendaftaran
(listing) sederhana. Secara optimal, kegiatan ini mencakup pengembangan
kategori yang terpisah dan bermanfaat sehingga pelayanan-pelayanan dapat
dikelompokkan menurut fungsi dan tujuannya, kriteria eligibilitas/pemenuhan
syarat yang mereka gunakan (dalam sebuah format yang distandarisasikan), dan
menurut persepsi mereka tentang keseluruhan kapasitas untuk memenuhi tuntutan
yang lebih besar.
Tabel 4.4
Inventaris sumber daya, Pelayanan Franklin County Bagi Lansia
Lembaga/Organisasi :
……………………………………………..
|
|||
Person/Title :
……………………………………………..
|
|||
Pelayanan
|
Tersedia &
memadai
|
Tersedia tapi
tdk memadai
|
Tak tersedia
|
1. Transportasi
|
|||
2. Pemberian tempat tinggal
|
|||
3. Kesehatan Rumah
|
|||
4. Legal
|
|||
5. Peristirahatan
|
|||
6. Pemberian makan secara berkeliling
|
|||
7. Pemberian makan secara
berkumpul
|
|||
8. Perbaikan rumah
|
|||
9. Infomasi/rujukan
|
10.Manajemen kasus
|
|||
11.Konseling
|
|||
12.Referal pekerjaan
|
|||
13.Bantuan perumahan
|
|||
14.Sosialisasi/rekreasi
|
3. SURVEY
SOSIAL (Kebutuhan yang dirasakan).
Dari semua pendekatan, survey masyarakat atau
sosial, dalam banyak cara merupakan metode yang paling berhasil untuk
menganalisa kebutuhan. Dalam kaitannya dengan pengumpulan informasi dari
orang-orang yang tinggal dalam masyarakat/komunitas tertentu dimana menyediakan
data original yang dikhususkan pada kebutuhan spesifik dari wilayah geografis
yang diteliti. Oleh karena itu, hal ini merupakan satu strategy yang dapat
menghasilkan informasi tentang sikap konsumen dan konsumen yang potensial.
Survey sosial biasanya mempunyai dua
fokus, yaitu identifikasi kebutuhan dan penentuan pengetahuan tentang pelayanan
yang ada. Keduanya adalah penting untuk perencanaan.
Pertama, memberikan informasi yang berguna dalam penggambaran target; kedua,
akan mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam penggunaannya, kondisi keuangan,
fisik atau sikapnya. Informasi tentang hambatan ini akan menunjukkan suatu
kebutuhan tidak hanya bagi pelayanan tertentu, tetapi juga bagi berbagai
pelayanan pendukung (seperti advokasi, edukasi dan outreach /pencapaian
target yang lebih) yang dapat menjadi instument dalam keberhasilan program.
Tujuan
sebuah survey adalah untuk menyediakan deskripsi yang valid tentang suatu
situasi. Ini dimulai dengan menjelaskan permasalahan dalam bentuk konseptual
dan operasional. Selanjutnya perencana program dapat menyusun instrumen
pengumpulan data yang tepat, menggambarkan sebuah sampel, menyusun wawancara,
menganalisa data dan menghasilkan rekomendasi perencanaan.
Sebuah survey juga menawarkan kegunaan
lain. Jika sebuah survey mengidentifikasi kekurangan atau hambatan dalam
utilisasinya, maka dapat memberikan perubahan yang sah dan menjadi sebuah alat
untuk melakukan tindakan serta stimulus untuk memperoleh dukungan. Ketika
sebuah alat proses dapat meningkatkan kesadaran suatu masyarakat, maka kemudian
akan memberikan tujuan edukasional. Untuk mencapai ini, survey masyarakat harus
melibatkan perwakilan lembaga, pemimpin masyarakat, dan konsumen yang potensial
serta aktual dalam perencanaan dan implementasi survey itu sendiri. Keterlibatan
seperti ini dapat menghasilkan dukungan bagi rekomendasi berikutnya. Pada
akhirnya, meskipun sebagian besar survey hanya menawarkan sebuah deskripsi
statistik tentang suatu masyarakat pada satu poin, tetapi survey juga
memberikan data utama dan mereferensikan poin evaluasi untuk waktu berikutnya.
Kekuatan dan Keterbatasan Survey
Sosial/Masyarakat
Waktu dan biaya merupakan
pertimbangan utama dalam mengatur survey sosial atau masyarakat. Jangka waktu dan usaha-usahanya dimasukan dalam fase awal survey
yang biasanya diabaikan. Bagi banyak orang, survey disamakan dengan kerja
nyata, wawancara dengan responden, dan seorang perencana program akan
menghabiskan sedikit waktu pada perancangan survey itu sendiri. Bentuk data dan pertanyaan sering dimasukkan
dengan pemikiran minimal atas kegunaannya bagi tugas perencanaan.
Strategy analisis, bagaimanapun
bukan sesuatu untuk membatalkan sampai data terkumpul. Hal
ini akan dimulai dalam fase rancangan survey. Sebelum data dimasukkan,
perencana program akan mengetahui mengapa informasi dicari dan bagaimana akan
dipadukan dalam analisis. Ini
membutuhkan persiapan rancangan yang cermat dan diskusi yang banyak. Di samping
itu, analisis akan menjadi sebuah ekspedisi
dan orang-orangnya bertanggung jawab atas analisis yang mungkin kurang
dalam informasinya.
Ada sejumlah teknik yang
menjelaskan bahwa kebutuhan dimasukkan dalam pembuatan instrumen penelitian. Pretest
need diatur untuk menentukan apakah pertanyaan dapat dimengerti, apakah
akan memunculkan tipe respon yang diinginkan dan apakah akan memotivasi
responden untuk berpartisipasi. Materi-materi ini berkaitan dengan isu
validitas dan realibilitas. Sebuah perhatian kritis merupakan prosedur
pengambilan contoh yang digunakan. Sering kali, survey didasarkan sampel yang
secara metodology dan statistik tidak mencukupi. Daripada mendiskusikan sebuah
isu secara teknikal, sangat penting bagi kita untuk menyatakan bahwa suatu
pengambilan sampel yang tepat dilakukan untuk mengembangkan strategi. Tanpa
kepercayaan diri pada sampel akhir, memungkinkan untuk menggeneralisasikan
target populasi secara keseluruhan, sebuah persyarata penting bagi perencanaan
pelayanan sosial.
Meskipun
survey sosial merupakan metode yang paling tepat dalam menentukan kebutuhan
masyarakat, tetapi juga memiliki keterbatasan. Informasi yang lebih banyak
harus anda peroleh, responden yang lebih banyak anda perlukan dalam survey.
Ukuran sampel merupakan sebuah fungsi dari sejumlah variabel yang digunakan
dalam analisis dan survey kebutuhan pelayanan sosial, jumlah responden yang
dibutuhkan relatif banyak.
Ukuran
sampel secara langsung berkaitan dengan biaya. Organisasi survey sosial seperti
The National Opinion Research Center menghabiskan biaya $60 sampai $75
untuk satu wawancara. Biaya-biaya
ini mencakup wawancara aktual dan juga
pelatihan dan supervisi bagi pewawancara, pendanaan dibagi rata untuk
pengkodean dan analisis. Sebuah sampel yang berjumlah 1.000 responden akan
membutuhkan biaya antara $60.000 dan $75.000. Perhatian terakhir dari survey
sosial adalah lamanya waktu dimasukkan dalam perancangan dan implementasi
survey. Suatu perencanaan
yang konservatif akan memakan waktu enam sampai sembilan bulan dari design
sampai analisis.
Dijelaskannya keterbatasan ini, maka
perencana program akan mencari ketersediaan sumber data sebelum akhirnya
memutuskan untuk melakukan survey. Apakah ini betul-betul diperlukan? Apakah
waktu dan keuangan dan juga potensi bahaya yang timbul dari harapan yang
meningkat bukan tidak akan ditemui dari keuntungan yang akan diambil ?
4.
DENGAR PENDAPAT MASYARAKAT
(Kebutuhan yang dirasakan).
Pendekatan
melalui dengar pendapat masyarakat yang dilakukan melalui suatu pertemuan merupakan
bentuk dari pertemuan yang sifatnya terbuka dimana masyarakat umum diundang dan
pada saat itu mereka mengemukakan pendapat dan menyaksikan secara langsung. Tentunya
terpisah dari aspek politik atau hubungan komunitas, pertemuan ini bisa
diadakan atas permintaan tenaga profesional. Idealnya, mereka mereka yang
menghadiri pertemuan itu untuk mengartikulasikan kebutuhan mereka sendiri,
untuk dikemukakan dan menjadi perhatian tetangga/lingkungan mereka, dan dalam
beberapa kesempatan dibicarakan untuk mendapat dukungan. Kebutuhan-kebutuhan
dan prioritas-prioritas kemudian ditentukan
oleh proses yang menimbulkan kesepakatan atau melalui urutan perhatian
yang menjadi prioritas selanjutnya.
Kekuatan dan keterbatasan dengar pendapat (tatap muka)
Pertemuan masyarakat
mempunyai manfaat dari kecocokan dengan sistem pembuatan keputusan yang
demokratis. Kegiatan ini lebih murah biayanya dibandingkan dengan penelitian
dari segi keuangan dan waktu, dan dapat memunculkan klarifikasi isu-isu dan
silang pendapat dalam diskusi.
Masalah
utama dalam pendekatan ini adalah dalam
penyajian isu. Apakah para tokoh yang menghadiri pertemuan mewakili kebutuhan
individu mereka atau mewakili kelompok yang lebih luas ? Apakah seluruh
kelompok tertarik (atau berpotensi
mempengaruhi) dalam menghadiri pertemuan ? Apakah mungkin mereka yang mempunyai
kebutuhan terbesar merasa tidak nyaman atau tertekan dalam menuangkan perhatian
mereka dalam kehadiran seorang profesional ? Pengalaman baru untuk peserta
biasanya tidak terwakilkan, beberapa kelompok lebih agresif dibandingkan yang
lain lebih terbiasa dengan strategi lobi, dan pola komunikasi yang berbeda sering menjadi penghalang.
Perencana-perencana
program perlu untuk mengantisipasi permaslahan yang mungkin muncul sebelum
memutuskan untuk menjaga pertemuan ini. Pertama, para perencana perlu
mengenali bahwa pengumuman sebuah pertemuan melalui media seperti radio dan
televisi tidak akan menghasilkan jalan pintas dalam komuniti. Penggunaan media
secara tradisional tidak akan terbukti berhasil jika perhatian kita menarik
konsumen atau konsumen potensial dari pelayanan kemanusiaan. Sumber-sumber
harus dialokasikan untuk membantu menjangkau sasaran penting kelompok.
Sumber-sumber mencakup dan menjangkau aktivitas organisasi masyarakat seperti
lingkungan pusat perbelanjaan, gereja, lembaga pelayanan sosial dan
sekolah-sekolah dan lain-lain. Kedua, para perencana harus
mengasumsikan bahwa kehadiran perseorangan tidak akan berakibat penting dalam
partisipasi aktif dan seimbang dalam kehadiran. Delbeeq, Vandeven, dan
Gustafson (1975) menguraikan secara mendetail suatu nomor dari teknik kelompok
untuk penilaian/asesmen kebutuhan dan
analisa masalah. Dua teknik ini adalah teknik kelompok nominal dan teknik
Delphi, ini digunakan untuk melibatkan berbagai pastisipan secara awal dalam
tahap analisis dan membantu mereka untuk mengidentifikasi masalah,
klarifikasi/memperjelas isu, dan menyatakan nilai-nilai dan berbagai pilihan.
5.
MEMILIH METODE TERBAIK
Tidak ada
metoda yang terlihat lebih baik dibandingkan dengan yang lain.
Metoda-metoda itu satu sama lain
eksklusif, dan dengan memilih salah satu, para perencana tidak secara otomatis
menolak yang lain. Masing-masing memberikan informansi yang terpisah.
Masing-masing usaha perencanaan, bertanggung jawab untuk merencanakan penentuan
sumber-sumber yang tersedia dan memutuskan yang feasible.
6.
PENDEKATAN YANG BERMANFAAT
Bagian
terdahulu terkait dengan pendekatan untuk mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan
dari target populasi resiko tinggi. Fokus utama dalam penetuan karakteristik
dan angka-angka dari penggolongan populasi spesifik, seperti lanjut usia, cacat
atau pecandu alkohol. Karena perencanaan pelayanan kemanusiaan, penekanannya
dengan mengumpulkan kebutuhan yang serupa. Tugas lain untuk perencana program
adalah menempatkan konsentrasi resiko tinggi di luar analisa georafis.
a. Sebuah pandangan terhadap isu-isu
Para perencana program
diharapkan merumuskan rencana-rencana, mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengimplementasikan rencana, merumuskan
kriteria prioritas dan alokasi sumber daya, dan menetapkan sistem pemantauan/pengawasan.
Asesmen kebutuhan ketika semua aktivitas saling terkait. Mempunyai masukan yang
utama untuk mengatur prioritas dan pertimbangan-pertinbangan alokasi
sumber-sumber. Secara umum, ini diasumsikan bahwa ketika ada kelangkaan sumber
para pembuat keputusan tertarik untuk berkonsentrasi dalam mengidentifikasi
kebutuhan dalam sub populasi.
b. Satu contoh untuk analisis ruang
Indikator berdasarkan daerah,
sebagai contoh, meskipun bermanfaat untuk perencanaan negara, terbukti harus
disesuaikan dengan perencanaan lokal.
Sebuah daerah bisa berada pada tingkat rendah (dalam konteks resiko)
dibandingkan dengan daerah lain tapi masih mempunyai kebutuhan geografis yang tinggi. Indikator daerah
biasanya dibuat rata-rata, dan rata-rata statistik sering menyembunyikan
kondisi sub daerah. Sebagai contoh, Dalam sebuah penelitian di lima daerah
selatan, berbagai indikator kesehatan
dan sosial diusulkan status mereka sejajar.
c. Gambaran analisa ruang
Analisa ruang adalah
penggunaan indikator sosial untuk menggolongkan wilayah geografi menjadi beberapa
tipe. Konstruksi dari indikator kebutuhan sosial melibatkan kombinasi lebih
dari satu variabel untuk membentuk sebuah indikator. Proses itu dipandang
sebagai alat untuk membantu para perencana untuk menilai status masyarakat.
Untuk menetapkan prioritas umum, untuk mengukur dampak program dan untuk
mendokumentasikan perubahan setiap waktu.
Asumsi dasar dari indikator
adalah bahwa tidak ada satu variabel yang mampu bercabang ke dalam gejala
sosial yang kompleks. Apa yang dibutuhkan adalah sebuah rancangan yang mampu
meringkas jumlah data yang besar adalah bagian dari gejala ini. Pada saat ini
sebuah indikator status kesehatan dapat terdiri dari konbinasi beberapa faktor
seperti angka kelahiran, angka kematian dan kemampuan mengakses perawatan
kesehatan. Salah satu indikator dari kemampuan sosial terdiri dari ukuran untuk
menjangkau sumber pendidikan, ketenagakerjaan, ketersediaan perumahan dan
keikutsertaan dalam pembuatan keputusan komunitas. Para perencana program
dihadapkan pada database ganda dan ratusan variabel penting dalam menentukan
tingkat kebutuhan dan dalam mengembangkan program-program untuk menemukan
kebutuhan. Para pembuat keputusam yang tidak terlibat dalam perencanaan dan
dihadapkan pada informasi yang banyak mempunyai pertimbangan sulit dalam
menerima keterkaitan antara rencana dan isu. Analisis faktor adalah suatu
teknik statistik yang dapat digunakan untuk mengambil angka terbesar dari
variabel dan menguranginya menjadi nomor terkecil dari rancangan indikator.
d. Aplikasi Pelayanan Kemanusiaan
Pada tahun 1960, pendekatan
aktor analitik digunakan untuk perencanaan pelayanan kemanusiaan. Wallace et al
(1967) melaporkan suatu penelitian di San Fransisco bahwa mengggunakan suatu
kombinasi analisa faktor dari sensus data, penilaian ahli dan data kesehatan
dan sosial untuk mengidentifikasi resiko tinggi.
Kekuatan-kekuatan dari pendekatan
diatas adalah sebagai berikut :
1. Efisien dalam kaitan
antara waktu dan uang
2. Menghasilkan
peringkat yang relatif antara kebutuhan sosial dan resiko
3. Dapat diunakan untuk
meramalkan tingkatan kebutuhan sama baiknya untuk menyediakan pandanagan ke
dalam isu-isu rancangan pelayanan
4.
Menyediakan
data dasar bagi evaluasi
Perumusan sasaran tujuan objektif dipengaruhi langsung
oleh tugas asesmen kebutuhan. Sejauh ini secara objektif dapat diukur, terikat
waktu, asesmen kebutuhan menyediakan data target. Akhirnya perkiraan kebutuhan
menjadi dasar evaluasi kelayakan program.
D. KESIMPULAN
Assesmen
merupakan ”proses” dan sekaligus produk/hasil dari kegiatan
pemahaman. Assesmen merupan suatu kegiatan pemahaman dan perumusan masalah dan
kebutuhan yang terus menerus dilakukan (an ongoing affair) dan sekaligus
bersamaan waktunya (conterminous) dengan proses pertolongan itu sendiri.
Oleh karena itu, Max Siporin menyatakan bahwa assesmen merupakan suatu social
study (studi sosial), yaitu kegiatan mengidentifikasi, penginvestigasian dan
pengindividualisasian guna memahami permasalahan, klien, lingkungan sosial dan
interaksi diantara ketiganya. Social study juga dinyatakan sebagai bagian dari
proses kemasyarakatan. Untuk itu, kebutuhan dan disfungsi sosial dapat dipahami
dengan cara menggali, menemukan dan memobilisasi sumber guna memenuhi kebutuhan
dan mengubah perilaku tersebut.
Pemikiran-pemikiran
positivis tradisional tentang kebutuhan, mendiskusikan kebutuhan seperti
memiliki kenyataan/fakta yang objektif, seperti hal itu ada dan “dapat di
ukur”. ‘analisis kebutuhan’ terlihat sama perlunya
seperti sebuah latihan teknis dalam methodologi, mengukur sesuatu yang ada
“disana”. Karena menekankan pada metedologi dan keahlian teknis, maka hal
tersebut mengarah pada kondisi bahwa kebutuhan hanya dapat di analisis secara
memadai dan didefinisikan oleh para ahli yang terampil dalam penelitian
kebutuhan. Oleh karena itu, pendefinisian kebutuhan dijauhkan dari mereka yang
mengerti kebutuhan tersebut, dan
menempatkan pada tangan pendefinisi kebutuhan yang profesional, seperti pekerja
sosial, peneliti sosial dan psikolog. Dari pandangan dan kritik seperti Illich
et al. (1977), hal ini telah meningkatkan kekuasaan profesional dengan
konsekuensinya “melumpuhkan” sebagian besar populasi. Oleh
karena itu, praktek profesional konvensional dipandang berdasarkan
asumsi-asumsi pelemahan, semakin membuat kaum lemah tidak berdaya dan
meniadakan hak mereka untuk mendefinisikan dan bertindak atas kebutuhan mereka
sendiri.
Marcuse (1964) membedakan antara kebutuhan “sejati” dan “palsu”.
Kebutuhan sejati adalah kebutuhan yang benar-benar dirasakan oleh manusia, yang
dibutuhkan jika ia ingin mencapai potensinya secara penuh sebagai manusia
seutuhnya dan diartikulasikan jika mereka bebas melakukannya. Kebutuhan palsu
adalah kebutuhan yang diyakinkan bahwa itu adalah kebutuhan kita, seperti
doktrin-doktrin yang dominan, seperti media, iklan, pendidikan dan seterusnya.
Selanjutnya Bradshaw (1972) membagi kebutuhan ke dalam empat kategori,
yaitu kebutuhan normative, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang
diskspresikan dan kebutuhan komparatif.
Selanjutnya proses assesmen pekerjaan
social berorientasi kepada kegiatan ilmiah dan seni (scientific and artistic
orientation). Pekerja social dituntut memiliki dan menguasai keterampilan
interaksional dan analisa (analytic and interactional skills). Hal ini
disebabkan karena pekerja social harus mampu melakukan pemilihan terhadap
pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat dan tepat, melakukan judgment, menguji
hipotesa dan kenyataan empiris, melakukan kegiatan yang kreatif, mengambil
makna suatu peristiwa dan pengalaman serta bersikap empati tehadap orang yang
dilayani. Selanjutnya untuk melaksanakan
fungsi dan tugas assesmen dengan baik, pekerja social perlu mengacu pada
prinsip-prinsi asessmen sebagai berikut :
1.
Assesmen
pekerjaan social akan menghasilkan keunikan dan keindividualisasian tentang,
masalah, orang, situasi social dan interaksi diantara ketiganya.
2.
Dalam
melakukan social study, perlu diketahui dan dipahami masa lalu klien, karena
hal ini berkaitan dengan kondisinya saat ini.
3.
Social
study akan dapat membantu memperlancar pekerja social dalam penyusunan rencana
intervensi.
4.
Ketidaktepatan
dalam assessment akan mengakibatkan ketidakberhasilan penyusunan rencana
intervensi.
5.
Social
study pada prinsipnya lebih besar dan ebih luas dari social history, karena
social study mencakup penilaian kondisi saat ini secara professional dan
memberikan rekomendasi bagi kegiatan pertolongan.
Demikian uraian kelompok kami tentang “pengungkapan dan
pemahaman kebutuhan”. Uraian ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyusunan
Desain dan Program Sosial.
Methode of Participation Assesment (MPA)
1.
Klasifikasi kesejahteraan
2.
Identifikasi masalah dan sistem
sumber
3.
Analisis masalah
4.
Menentukan prioritas masalah
DAFTAR PUSTAKA
Dwi
Heru S. 1998. Profesi Pekerjaan Sosial dan Praktek Pertolongannya,
KOPMA STKS
Bandung..
Jim
Ife & Frank T. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi. Edisi Bahasa Indonesia oleh Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Petter
M. Kettner dkk. 1991. Designing and Manging Programs : An Effektiveness-Based Approach. Sage Publication
New bury Park London New Delhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar