Kamis, 12 November 2015

"TEKHNIK ANALISIS DATA" (METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL)


METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL
“TEKHNIK ANALISIS DATA”
A.    Pengertian Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan memerlukan ketelitian serta kekritisan dari peneliti. Pola analisis mana yang akan digunakan, apakah analisis statistic atau non statistic perlu dipertimbangkan oleh peneliti.[1]
Pada prinsipnya, pengolahan data atau analisis data ada dua cara, hal ini tergantung dari datanya, yaitu:
1.      Analisis non statistic
2.      Analisis statistic
Analisis non statistic dilakukan terhadap data yang bersifat kualitatif, biasanya berupa studi literer atau studi empiris. Dalam hal ini penelitian kualitatif mengajak seseorang untuk mempelajari sesuatu masalah yang ingin diteliti secara mendasar dan mendalam sampai ke akar-akarnya. Masalah dilihat dari berbagai segi. Data yang dikumpulkan bukanlah secara random (mekanik), tetapi di kuasai oleh pengembangan hipotesis. Apa yang ditemukan pada suatu saat adalah satu pedoman yang langsung terdapat apa yang akan dikumpulkan berikutnya dan dimana akan dicari.
Sedangkan analisis statistic berangkat dari data yang bersifat kuantitaif. Model analisis yang digunakan harus relevan dengan:
1.      Jenis data yang akan di analisis,
2.      Tujuan penelitian
3.      Hipotesis yang akan di uji
4.      Rancangan penelitiannya
Setiap jenis, model, atau rumus statistic yang digunakan untuk menganalisis data mendasarkan adanya asumsi-asumsi yang harus di penuhi.
Pada umumnya, statistic dibagi dua, yaitu 1) statistic deskriptif dan 2) statistic inferensial. Analisis statistic deskriptif biasanya dipergunakan kalau tujuan penelitiannya untuk penjajagan atau pendahuluan, tidak menarik kesimpulan, hanya memberikan gambaran atau deskripsi tentang data yang ada. Analisis statistic inferensial dipergunakan jika peneliti akan memberikan interpretasi mengenai data atau ingin menarik kesimpulan dari data yang dihasilkan.
Dalam menganalisis data, data harus segera di analisis setelah dikumpulkan dan dituangkan dalam bentuk laporan lapangan. Tujuan analisis data ialah untuk mengungkapkan: a) data apa yang masih perlu dicari, b) hipotesis apa yang perlu di uji, c) pertanyaan apa yang perlu dijawab, d) metode apa yang harus digunakan untuk mendapatkan informasi baru, dan e) kesalahan apa yang harus segera diperbaiki.[2]
B.     Langkah-langkah analisis data
Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi 3 langkah yaitu:
·         Persiapan
·         Tabulasi
·         Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian[3]
1.      Persiapan
Kegiatan dalam persiapan ini antara lain:
1.      Mengecek nama dan kelengkapan idenititas pengisi. Apalagi, instrumennya anonym, perlu sekali di cek sejauh mana atau identitas apa saja yang sangat dipelukan bagi pengolahan data lebih lanjut.
2.      Mengecek kelengkapan data, artinya mengisi instrument pengumpulan data (termasuk pula kelengkapan lembaran instrument barangkali ada yang terlepas atau sobek). Apabila ternyata ada kekurangan isi atau halaman, maka perlu dikembalikan atau di ulang ke kancah. Bagi instrument yang anonym dan tidak mungkin dikembalikan kepada pengisi tentu saja agak merepotkan karena keadaan ini menyebabkan kekurangan responden. Untuk memperoleh responden yang cukup, peneliti harus mengumpulkan data lagi dengan mencari responden baru yang masih dalam wilayah populasi.
3.      Mengecek macam isian data. Jika di dalam instrument termuat sebuah atau beberapa item yang di isi “tidak tahu” atau isian lain bukan yang dikehendaki peneliti. Padahal isian yang diharpakan tersebut merupakan variable pokok, maka item peru di drop.
Contoh:
Sebagian dari penelitian kita dimaksudkan untuk melihat hubungan antara pendidikan orang tua dengan prestasi belajar murid. Setelah angket kembali dan isiannya kita cek, beberapa murid mengisi tidak tahu pendidikan orang tuanya, sebagian jawabannya meragukan dan sebagaian lain dikosongkan. Dalam keadaan seperti ini maka maksud mencari hubungan pendidikan orang tua dengan prestasi belajar lebih baik diurungkan saja, dalam arti itemnya didrop, dan dihilangkan dari analisis.
Apa yang dilakukan dalam langkah persiapan ini adalah memilih/menyortir data sedemikian rupa sehingga hanya data terpakai saja yang tinggal. Langkah persiapan bermaksud merapikan data agar bersih dan rapi tinggal mengadakan pengelolaan lanjutan atau menganalisis.
Bagi peneliti yang tidak berkecimpung dalam dunia pendidikan sebetulnya dapat saja menggunakan penjelasan-penjelasan ini sebagai contoh saja dan kasus dan variabelnya dapat diganti sesuai dengan judul dan masalah penelitiannya. Sebagai contoh kalau dalam uraian baru saja di sampaikan ini mengenai latar belakang pendidikan orang tua prestasi belajar siswa, yang menunjukkan adanya hubungan sebab akibat maka kasusnya dapat diganti dengan kariyawan dengan kinerjanya. Untuk bidang menajemen, mungkin antara latar belakang pendidikan atau pengalaman manajer dengan kemampuan memimpin bawahan. Demikian juga sesudah sampai pada cara mengklasifikasikan data dalam tabulasi, dapat disesuaikan dengan peringkat atau kelompok data yang dikumpulkan.
2.      Tabulasi
G.E.R. Buroughas mengemukakan klasifikasi analisis data sebagai berikut.
1. Tabulasi Data (The Tabulation of the Data)
2. Penyimpulan data (The Summarizing of the Data)
3. Analisis data untuk tujuan testing hipotesis
4. Analisis data untuk tujuan penarikan kesimpulan

Termasuk ke dalam kegiatan tabulasi ini antara lain:
1.      Memberikan skor (Scoring) terhadap item-item yang perlu diberi skor. Misalnya Tes, angket bentuk pilihan ganda, ratin scale, dan sebagainya.
2.      Memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberi skor.
3.      Mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasikan dengan teknik analisis yang akan digunakan.
4.      Memberikan kode (coding) dalam hubungan dengan pengolahan data jika akan menggunakan computer. Dalam hal ini pengolah data memberikan kode pada semua variable, kemudian mencoba menemukan tempatnya di dalam coding sheet (coding form), dalam kolom beberapa baris ke berapa. Apabila akan dilanjutkan, sampai kepada petunjuk penempatan setiap variable pada kartu kolom (punc cord).
3.      Penerapan Data Sesuai dengan Pendekatan Penelitian
Maksud rumusan yang dikemukakan dalam hal ini adalah pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus atau aturan-aturan yang ada, sesuai dengan pendekatan penelitian atau desain yang di ambil.
Untuk mempermudah cara mengikuti uraian pengolahan data, akan di sajikan dengan sistematika yang telah disajikan dengan sistematika yang telah dikemukakan. Ada empat jenis problematic atau permasalahan yang diajukan:
1)      Problema untuk mengetahui status dan mendeskripsikan fenomena
2)      Problema komparasi, problema yang bertujuan untuk membandingkan dua fenomena atau lebih
3)      Problema untuk mencari hubungan antara dua fenomena yang kedudukannya sejajar (bukan merupakan sebab akibat)
4)      Problema untuk melihat pengaruh sesuatu treatment atau ingin melihat variabel bebas dengan variabel terikat.
Sebagai tambahan penjelasan, yang dimaksud dengan data yang diterapkan dalam perhitungan adalah data yang disesuaikan dengan jenis data, yakni diskrit, ordinal, interval dan ratio. Pemilihan terhadap rumus yang digunakan kadang-kadang disesuaikan dengan jenis data, tetapi ada kalanya peneliti menentukan pendekatan/rumus, kemudian data yang ada di ubah, disesuaikan dengan rumus yang sudah dipilih.
Adapun caranya, sudah dijelaskan dibagian terdahulu, ketika membicarakan jenis data. Bagi peneliti yang menyukai statistik, bab ini menyajikan berbagai rumus yang dapat digunakan untuk mengolah data. Apabila peneliti berkeinginan untuk menggunakan jasa komputer, sebetulnya tinggal menyerahkan data yang diperoleh pada pengolah data, dan tinggal menunggu hasilnya. Namun demikian, buta sama kali rumus juga kurang disegyogyakan bagi peneliti yang menghendaki kepuasan batin dan mantap disebut sebagai peneliti. Dengan demikian meskipun sudah menyerahkan pengolahan datanya kepada operator komputer, sebaiknya tetap mencermati rumus-rumus yang disajikan dalam buku ini, sehingga ketika akan maju tidak ragu-ragu, dan apabila ada penguji yang bertanya tentang analisis yang digunakan, dapat dijelaskan secara mantap. Maju ujian dengan mantap ibarat tentara yang maju perang tanpa ragu menghadapi musuh.
C.     Tekhnik Analisis Data (Statistik Deskriptif dan Statistik Inferensial)
A. Statistik Deskriptif
1.      Pengertian Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.[4]
Pada statistik deskriptif ini, akan dikemukakan cara-cara penyajian data, dengan tabel biasa maupun distribusi frekuensi; grafik garis maupun batang; diagram lingkaran; pictogram; penjelasan kelompk melalui modus, median, mean dan variasi kelompok melalui rentang dan simpangan baku.
2.      Penyajian Data
Setiap peneliti harus dapat menyajikan data yang telah diperoleh, baik yang diperoleh melalui observasi, wawancara, kuesioner (angket) maupun dokumentasi. Prinsip dasar penyajian data adalah komunikatif dan lengkap, dalam arti data yang disajikan dapat menarik perhatian pihak lain untuk membacanya dan mudah memahami isinya. Penyajian data yang komunikatif dapat dilakukan dengan: penyajian data dibuat berwarna, dan bila data yang disajikan cukup banyak, maka perlu bervariasi penyajiannya (tidak hanya dengan tabel saja).
Penyajian data dengan pictogram, (yang dapat menggambarkan realitas yang sebenarnya) merupakan penyajian data yang paling komunikatif, tetapi sulit membuatnya dan mahal. Tetapi setelah ada peralatan komputer, pembuatan pictogram dan berbagai model penyajian data menjadi sangat mudah menjadi masalah lagi.
Beberapa cara penyajian yang akan dikemukakan disini adalah: penyajian dengan tabel, grafik, diagram lingkaran dan pictogram.
1.   Tabel
Penyajian data hasil penelitian dengan menggunakan tabel merupakan penyajian yang banyak digunakan, karena lebih efisien dan komunikatif. Terdapat dua macam tabel, yaitu tabel biasa dan tabel distribusi frekuensi.
Setiap tabel, berisi judul tabel setiap kolom, nilai data dalam setiap kolom, dan sumber data darimana data tersebut diperoleh. Contoh-contoh penyajian dengan tabel biasa ditunjukkan kepada tabel 2.1 yang merupakan tabel dengan data nominmal; tabel 2.2 dengan data ordinal, dan tabel 2.3 merupakan dengan data interval.
2.   Tabel Distribusi Frekuensi
Tabel distribusi frekuensi disusun bila jumlah data yang akan disajikan cukup banyak, sehingga kalau disajikan dalam tabel biasa menjadi tidak efisien dan kurang komunikatif, selain itu, tabel ini juga dibuat untuk persiapan pengujian terhadap normalitas data yang menggunakan kertas peluang normal.
3.   Grafik
Selain dengan tabel, penyajian data yang cukup populer dan komunikatif adalah dengan grafik. Pada umumnya terdapat dua macam grafik yaitu: grafik garis atau polygon dan grafik batang atau histogram. Grafik batang ini dapat dikembangkan lagi menjadi grafik balok atau tiga dimensi. Suatu grafik selalu menunjukkan hubungan antara: jumlah: dengan variabel lain, misalnya waktu.
4.   Diagram Lingkaran (Piechart)
Cara lain untuk menyajikan data hasil penelitian adalah dengan diagram lingkaran (piechart). Diagram lingkaran digunakan untuk membandingkan data dari berbagai kelompok.
5.   Pictogram (Grafik Gambar)
Adakalanya supaya data yang disajikan lebih komunikatif, maka penyajian data dibuat dalam bentuk pictogram.
B.  Statistik Inferensial
1.      Pengertian Statistik Inferensial
Jika penelitian dimaksudkan untuk menganalisis hubungan antara variabel atau menguji hipotesis asosiasi (korelasi), analisis yang digunakan ialah analisis statistika inferensial (statistik induktif). Horvath mendefinisikan statistik inferensial sebagai berikut:
“Inferential statistic is the body of rules and procedures by which general statements are made about people or events based on the obeservation of a relative few”.[5]
Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan/diinferensialkan kepada populasi dimana sampel diambil.
Ada dua pilihan penggunaan statistik inferensial, yaitu analisis parametrik dan analisis statistik non parametrik. Tentang uji statistik parametrik dan uji statistik nonparametrik, Horvath mengatakan sebagai berikut:
“ Parametic statistical test involve estimetion of or assumptions regarding parameters and assume certain characteristics of raw data distributions, usually normality of the dependent variable scores or of the sampling distribution of the statistic of interest. Nonparametric statistical test the not involve parameter estimation or depend on assumptions of normality or any other particular shape of the raw data distribution”.

 Statistik inferensial menurut Hovarth ada dua macam, yaitu:

v  Statistik Parametrik
Statistik Parametrik, yaitu ilmu statistik yang mempertimbangkan jenis sebaran atau distribusi data, yaitu apakah data menyebar secara normal atau tidak. Dengan kata lain, data yang akan dianalisis menggunakan statistik parametrik harus memenuhi asumsi normalitas. Pada umumnya, jika data tidak menyebar normal, maka data seharusnya dikerjakan dengan metode statistik non-parametrik, atau setidak-tidaknya dilakukan transformasi terlebih dahulu agar data mengikuti sebaran normal, sehingga bisa dikerjakan dengan statistik parametrik.
                        Contoh metode statistik parametrik:  
a. Uji-z (1 atau 2 sampel)
b. Uji-t (1 atau 2 sampel)
c. Korelasi pearson,
d. Perancangan percobaan (one or two-way anova parametrik), dll.
Ciri-ciri statistik parametrik:
                                    -   Data dengan skala interval dan rasio
                                    -   Data menyebar/berdistribusi normal
Keunggulan dan kelemahan statistik parametric:
Keunggulan:
·         Syarat syarat parameter dari suatu populasi yang menjadi sampel biasanya tidak diuji dan dianggap memenuhi syarat, pengukuran terhadap data dilakukan dengan kuat.
·         Observasi bebas satu sama lain dan ditarik dari populasi yang berdistribusi normal serta memiliki varian yang homogen.
Kelemahan:
·         Populasi harus memiliki varian yang sama.
·         Variabel-variabel yang diteliti harus dapat diukur setidaknya dalam skala interval.
·         Dalam analisis varian ditambahkan persyaratan rata-rata dari populasi harus normal dan bervarian sama, dan harus merupakan kombinasi linear dari efek-efek yang ditimbulkan.

v  Statistik Non-Parametrik
Statistik Non-Parametrik, yaitu statistik bebas sebaran (tidak mensyaratkan bentuk sebaran parameter populasi, baik normal atau tidak). Selain itu, statistik non-parametrik biasanya menggunakan skala pengukuran sosial, yakni nominal dan ordinal yang umumnya tidak berdistribusi normal.
Contoh metode statistik non-parametrik:
a. Uji tanda (sign test)
b. Rank sum test (wilcoxon)
c. Rank correlation test (spearman)
d. Fisher probability exact test.
e. Chi-square test, dll.
Ciri-ciri statistik non-parametrik :
-    Data tidak berdistribusi normal
-    Umumnya data berskala nominal dan ordinal
-    Umumnya dilakukan pada penelitian sosial
-    Umumnya jumlah sampel kecil
Keunggulan dan kelemahan statistik non-parametrik : 
·         Tidak membutuhkan asumsi normalitas.
·          Secara umum metode statistik non-parametrik lebih mudah dikerjakan dan lebih mudah dimengerti jika dibandingkan dengan statistik parametrik  karena ststistika non-parametrik tidak membutuhkan perhitungan matematik yang rumit seperti halnya statistik parametrik.
·         Statistik non-parametrik dapat digantikan data numerik (nominal) dengan jenjang (ordinal).
·         Kadang-kadang pada statistik non-parametrik tidak dibutuhkan urutan atau jenjang secara formal karena sering dijumpai hasil pengamatan yang dinyatakan dalam data kualitatif.
·         Pengujian hipotesis pada statistik non-parametrik dilakukan secara langsung pada pengamatan yang nyata.
·         Walaupun pada statistik non-parametrik tidak terikat pada distribusi normal populasi, tetapi dapat digunakan pada populasi berdistribusi normal.
Kelemahan:
·         Statistik non-parametrik terkadang mengabaikan beberapa informasi tertentu.
·         Hasil pengujian hipotesis dengan statistik non-parametrik tidak setajam statistik parametrik.
·         Hasil statistik non-parametrik tidak dapat diekstrapolasikan ke populasi studi seperti pada statistik parametrik. Hal ini dikarenakan statistik non-parametrik mendekati eksperimen dengan sampel kecil dan umumnya membandingkan dua kelompok tertentu. (Khairul Amal).












[1] Dra.Nurul Zuriah,M.S.i.2009.Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan.Jakarta:PT Bumi Aksara,hlm.198
[2] Dr.Husaini Usman,M.Pd.2004.Metodologi Penelitian Sosial.Jakarta:PT Bumi Aksara,hlm.86
[3]Prof.Dr.Suharsimi Arikunto.2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta:PT Renika Cipta,hlm.235
[4] Prof.Dr.Sugiyono.2014.Statistika Untuk Penelitian.Bandung:ALFABETA.Hlm,29.
[5] Dr.Ulber Silalahi, M.A.2010.Metode Penelitian Sosial.Bandung:PT REFIKA ADITAMA,hlm.337

SEPUTAR HUMAN TRAFICKING


TEKNIK FASILITASI DAN REHABILITASI SOSIAL
“HUMAN TRAFICKING”

BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang
Di Indonesia masalah perdagangan orang masih menjadi salah satu ancaman besar dimana setiap tahun hampir ribuan perempuan dan anak di Indonesia yang harus menjadi korban trafficking yang terkadang tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah korban, pemasalahan ini bukanlah masalah baru dan tidak hanya terjadi di Indonesia saja melainkan di Negara-negara lain juga terjadi. Bahkan masalah perdagangan orang sebenarnya telah terjadi sejak abad ke empat dimana pada masa itu perdagangan orang masih merupaan hal biasa terjadi dan bukanlah merupakan bentuk suatu kejahatan dimana saat itu masih marak-maraknya perbudakan manusia dimanaseorang manusia dapat diperjual belikan dan dijadikan sebagai objek keadaan seperti itu terjadi dan marak karena masih kurangnya pemahaman bahwa setiap manusia memiliki harkat dan derajat yang sama tanpa adanya perbedaan satu sama lain. dan hal itu terus mengalami perkembangan sampai dengan sekarang tanpa dapat dicegah.
Merupakan suatu permasalahan lama yang kurang mendapatkan perhatian sehingga keberadaannya tidak begitu nampak di permukaan padahal dalam prakteknya sudah merupakan permasalahan sosial yang berangsur angsur menjadi suatu kejahatan masyarakat dimana kedudukan manusia sebagai obyek sekaligus sebagai subyek dari trafficking. Selain masalah utama Kurangnya upaya hokum pencegahan yang kuat bagi para pelaku, masalah ini juga didasari oleh lemahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengerti dan paham akan adanya bahaya yang ditimbulkan dari praktek trafficking.
Lemahnya tingkat kesadaran masyarakat ini tentunya akan semakin memicu praktik trafficking untuk terus berkembang. Dalam hal ini maka selain mendesak pemerintah untuk teru mengupayakan adanya bentuk formal upaya perlindungan hukum bagi korban trafficking dan tindakan tegas bagi pelaku maka diperlukan juga kesadaran masyarakat agar masyarakat juga berperan aktif dalam memberantas praktek trafficking sehingga tujuan pemberantasan trafficking dapat tercapai dengan maksimal dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat Dalam sejarah perkembangan kejahatan, perdagangan perempuan dan anak-anak termasuk didalam kejahatan yang terorganisir (organized crime) yang artinya suatu kejahatan yang dilakukan dalam suatu jaringan yang terorganisir tapi dalam suatu organisasi bawah tanah dan dilakukan dengan cara canggih karena pengaruh kemajuan tekhnologi informasi dan transformasi sehingga batas Negara hampir tidak dikenal apalagi dengan pengawasan yang tidak ketat di daerah perbatasan atau tempat pemeriksaan imigrasi juga mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang dan sifatnya lintas Negara. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama perempuan dan anak termasuk kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia. dan Isu perdagangan manusia atau trafficking khususnya perempuan dan anak beberapa bulan terakhir cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Kasus- kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan Cianjur yang diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang berhasil diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu.  Upaya lainnya adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban perdagangan perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan bahwa trafficking merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi citra bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak.
b.      Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas, tulisan ini akan mengulas secara singkat mengenai :
1.      Apa itu perdagangan manusia (Human Trafficking)?
2.      Bagaimana bentuk perdagangan manusia (Human Trafficking)?
3.      Apakah faktor-faktor pendorong sehingga terjadinya perdagangan manusia (Human Trafficking)?
4.      Bagaimana Undang-Undang tentang Perdagangan Manusia?
5.      Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan perdagangan manusia (Human Trafficking)?
6.      Apakah ada hambatan dalam pemberantasan Human Trafficking?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Human Trafficking (Perdagangan Manusia)
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafficking sebagai :
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara).
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan:
a)      Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.
b)      Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c)      Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama tenaga kerja (dengan menguras habis tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang yang bersangkutan dalam transaksi seks).

Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan perdagangan (trafficking):
Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan (trafficking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Rekrutmen dan transportasi manusia
2.      Diperuntukkan bekerja atau jasa/melayani
3.      Untuk kepentingan pihak yang memperdagangkan

B.     Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia (Human Trafficking)

Bentuk-bentuk perdagangan manusia antara lain;
1.      Sebagai pembantu rumah tangga, dengan alasan krisis ekonomi
2.      Sebagai wanita penghibur, komoditas seksual dan pornografi
3.      Sebagai pengemis, pengamen atau pekerja jalanan lainnya
4.      Sebagai istri atau pengantin pesanan, kemudian dieksploitasi
5.      Sebagai alat bayar hutang
6.      Sebagai perantara perdagangan narkotika
7.      Sebagai obyek percobaan di bidang ilmu pengetahuan (kedokteran) untuk pencangkokan organ tubuh
8.      Adopsi palsu
9.     Pedofilia (orientasi seksual yang obyeknya anak-anak)
Dengan modus operasinya sebagai berikut :
1.      Ancaman dan pemaksaan
2.      Penipuan dan  kecurangan
3.      Penyalahgunaan kekuasaan
4.      Berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis entertainment

C.     Faktor Penyebab Human Trafficking
Tidak ada satu pun yang merupakan sebab khusus terjadinya trafficking manusia di Indonesia. Trafficking disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta persoalan yang berbeda-beda. Termasuk ke dalamnya adalah:


1.      Kemiskinan
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002, kemiskinan telah mendorong anak-anak untuk tidak bersekolah sehingga kesempatan untuk mendapatkan keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi korban perdagangan manusia.
a)      Keinginan cepat kaya
Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi.
b)      Pengaruh sosial budaya
Disini misalnya, budaya pernikahan di usia muda yang sangat rentan terhadap perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU Perkawinan No.1/1974, perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada usia 16 tahun atau lebih muda jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan dini masih berlanjut dengan persentase 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia 18 tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan dini menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan dalam perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi gadis/perempuan. Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis yang melakukan pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan (kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan ekonomi terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan tingkat perceraian yang tinggi.

Masing-masing isu diatas adalah masalah sosial yang berkenaan dengan kesejahteraan anak perempuan khususnya penting dalam hal kerentanan terhadap perdagangan. Hal ini dikarenakan:
1.      Perkembangan pribadi yang terhambat, membuat banyak gadis tidak mempunyai bekal keterampilan kerja yang cukup berkembang, sehingga mereka akan kesulitan untuk berunding mengenai kodisi dan kontrak kerja, atau untuk mencari bantuan jika mengalami kekerasan dan eksploitasi.
2.      Keterbatasan pendidikan, mereka sering rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan perdagangan karena mereka umumnya tidak terlalu paham hak-haknya.
3.      Peluang ekonomi yang terbatas, mengingat terbatasnya pilihan ekonomi dan kekuatan tawar-menawar mereka, perempuan muda rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan perdagangan.
c)      Kurangnya pencatatan kelahiran
Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri. Contoh, seperti yang dikemukakan dalam bagian Kalimantan Barat dari laporan ini (bagian VF), agen yang sah maupun gelap memakai kantor imigrasi di Entikong, Kalimantan Barat, untuk memproses paspor palsu bagi gadis-gadis di bawah umur.
d)     Korupsi dan lemahnya penegakan hukum
Korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang lazim dalam kehidupan sehari-hari, karena baik kalangan atas maupun bawah telah melakukan praktik korupsi ini. Karena itulah, korupsi memainkan peran integral dalam memfasilitasi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, disamping dalam menghalangi penyelidikan dan penuntutan kasus perdagangan. Mulai dari biaya illegal dan pemalsuan dokumen. Dampak korupsi ini terhadap buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih muda dan lugu, yang tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di Indonesia.
Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit transparansi, sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumber daya dan koneksi untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih berlangsung.
e)      Media massa
Media massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya.
f)       Pendidikan minim dan tingkat buta huruf
Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak dapat membaca atau mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi.
D.    Undang-Undang Perdagangan Manusia (Human Trafficking)
Berikut ini beberapa peraturan perundang-undangan :
1.      Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 285, 287-298; Pasal 506
2.      UU RI No. 7 tahun 1984 (ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan/CEDAW; pasal 2,6,9,11,12,14,15,16)
3.      UU RI No. 20 tahun 1999 (ratifikasi konvensi  ILO No. 138 tentang Usia Minimum yang Diperbolehkan Bekerja)
4.      UU RI No. 1/2000 (ratifikasi  konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan  Terburuk untuk Anak)
5.      UU RI no. 29/1999 (ratifikasi konvensi untuk Mengeliminasi Diskriminasi Rasial)
6.      Keppres No 36/1990 ( ratifikasi konvensi Hak Anak)
E.     Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking  
Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu. Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian profesional, namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik sesama aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun dengan pihak-pihak lain yang terkait yaitu lembaga pemerintah (kementerian terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik lokal maupun internasional. Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai dengan kewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban semakin memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan secara terpadu. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar korban mendapatkan hak atas perlindungan dalam hukum.
Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama aparat penegak hukum lainnya di dalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan investigasi bersama. Kerjasama dengan aparat penegak hukum di negara tujuan bisa dilakukan melalui pertukaran informasi, atau bahkan melalui mutual legal assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan lintas negara.
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan ILO, dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini adalah :
1.      Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atas untuk    Fmemperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan.
2.      Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar,
3.      Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan,
4.      Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha sendiri,
5.      Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak.

F.     Hambatan Pemberantasan Human Trafficking
Upaya penanggulangan perdagangan manusia khususnya perdagangan perempuan dan anak mengalami berbagai hambatan. Dari berbagai upaya yang telah dilakukan SP selama ini, terdapat 3 (tiga) hal yang merupakan hambatan kunci dalam melakukan upaya tersebut, yaitu antara lain:
1.      Budaya masyarakat (culture)
Anggapan bahwa jangan terlibat dengan masalah orang lain terutama yang berhubungan dengan polisi karena akan merugikan diri sendiri, anggapan tidak usah melaporkan masalah yang dialami, dan lain sebagainya. Stereotipe yang ada di masyarkat tersebut  masih mempengaruhi cara berpikir masyarakat dalam melihat persoalan kekerasan perempuan khususnya kekerasan yang dialami korban perdagangan perempuan dan anak.
2.      Kebijakan pemerintah khususnya peraturan perundang-undangan (legal substance)
Belum adanya regulasi yang khusus (UU anti trafficking) mengenai perdagangan perempuan dan anak selain dari Keppres No. 88 Tahun 2002 mengenai  RAN penghapusan perdagangan perempuan dan anak. Ditambah lagi dengan masih kurangnya pemahaman tentang perdagangan itu sendiri dan kurangnya sosialisasi RAN anti trafficking tersebut.
3.      Aparat penegak hukum (legal structure) 
Keterbatasan peraturan yang ada (KUHP) dalam menindak pelaku perdagangan perempuan dan anak berdampak pada penegakan hukum bagi korban. Penyelesaian beberapa kasus mengalami kesulitan karena seluruh proses perdagangan dari perekrutan hingga korban bekerja dilihat sebagai proses kriminalisasi biasa.

BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Trafficking merupakan permasalahan klasik yang sudah ada sejak kebudayaan manusia itu ada dan terus terjadi sampai dengan hari ini. Penyebab utama terjadinya trafficking adalah kurangnya informasi akan adanya trafficking, kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan serta keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat terutama mereka yang berada di pedesaan, sulitnya lapangan pekerjaan selain itu juga masih lemahnya pelaksanaan hukum di Indonesia tentang perdagangan orang. Situasi ini terbaca oleh pihak calo,sponsor,rekruter untuk mengambil manfaat dari keadaan ini dengan mengembangkan praktek trafficking di tempat-tempat yang diindikasikan mudah menjerat para korbannya.
Untuk memberantas dan mengurangi trafficking memerluan juga kerja sama lintas Negara serta peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan. Selain itu penyedian perangkat hukum yang memadahi untuk skala internasional, regional bahkan lokal juga penegakan hukum oleh apart hukum untuk menghambat laju pergerakan jaringan trafficking. Bahkan tindakan pemberian sanksi yang berat terhadap pelaku trafficking dan perlindungan terhadap korban juga harus diperhatikan. Dan yang tak kalah pentingnya dengan sosialisasi isu tentang perdagangan anak dan perempuan terhadap semua komponen masyarakat sehingga masalah ini mendapat perhatian dan menjadi kebutuhan yang mendesak untuk diperjuangkan dan mendapatkan penanganan yang maksimal dari semua pihak.
b.      Saran
Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan permasalahan yang harus segera diselesaikan oleh negara Indonesia sebagai negara asal dan Negara lain yang menjadi tujuan human trafficking . Kedua negara tersebut harus segera melakukan kerjasama yang erat dan konsisten dalam memerangi kegiatan human trafficking  yang terjadi di perbatasan negara tersebut dengan meningkatkan pengawasan di perbatasan. Kemudian, setiap negara khususnya negara Indonesia harus secepat mungkin untuk membentuk suatu aturan hukum yang jelas dan tegas dalam memerangi praktek  human trafficking  yang sudah lama berkembang di negara ini serta harus menindak tegas semua pelaku praktek  human trafficking.
Selain dari penyelesaian oleh Pemerintah, penyelesaian oleh setiap individu dalam masyarakat juga perlu untuk ditingkatkan dan diawasi. Untuk hal ini, pemerintah harus senantiasa melakukan sosialisasi kepada masyarakat perbatasan ataupun masayarakat Indonesia secara global agar lebih mengetahui tentang human trafficking  dan agar dapat melindungi diri dari human trafficking. 
































DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. Sulistyowati, Budi. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar (Edisi Revisi). Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
UUD 1945. Hak Asasi Manusia/Pasal 28
NN,1999.Aliansi Global Menentang Perdagangan Perempuan: Standar HAM untuk Perlakuan terhadap Orang yang Diperdagangkan.
NN, Mematahkan Persepsi Anak Perempuan sebagai Asset Bakti vs. Eksploitasi: http://www.kompas.com./kolomctil.asp.098!?. (diakses tanggal 20 November 2010)
Yentriyani, Andi.2004.Politik Perdagangan Perempuan. Yogyakarta: Galang Press
Komnas Perempuan.2002.Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia, Jakarta, Ameepro
Jannah, Fathul et.al.,2003. Kekerasan terhadap Istri. Yogyakarta: LKIS