Sabtu, 24 Oktober 2015

PENGUNGKAPAN DAN PEMAHAMAN KEBUTUHAN (NEED ASSESMENT)



PENGUNGKAPAN DAN PEMAHAMAN KEBUTUHAN
(NEED  ASSESMENT)
 

A.    LATAR BELAKANG

Assesmen merupakan penilaian dan penafsiran terhadap situasi dan orang-orang yang terlibat dalam sebuah aktivitas. Secara garis besar assesmen mempunyai dua tujuan. Pertama, membantu mendefinisikan masalah dan kedua menunjukan sumber-sumber yang berhubungan dengan upaya penanganan sebuah masalah. Jika assesmen dilakukan untuk memahami tentang kebutuhan, maka tujuannyapun adalah untuk memberikan pengertian tentang kebutuhan dan berupaya mengemukakan sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan.
 Aktivitas assesment yang dilaksanakan oleh para pekerja sosial senantiasa menerapkan dasar-dasar pengetahuan umum (the basic of general knowledge) sampai kepada dasar-dasar pengetahuan khusus (the basic of specifik knowledge) pada sekumpulan peristiwa dan orang-orang khusus. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pekerja sosial pada tahap assesment adalah pengumpulan data, pengecekan data, analisis data dan penarikan kesimpulan.   

B.     ASSESMEN KEBUTUHAN (Pertimbangan Teoritis).

Untuk melakukan assesmen terhadap kebutuhan, terlebih dahulu harus memahami tentang konsep kebutuhan.  Untuk mengilustrasikan konsep kebutuhan dan penerapannya pada pelayanan sosial, kita akan menjelaskannya secara singkat dan sederhana. Dalam menentukan bahwa individu atau kelompok memiliki sebuah kebutuhan, maka penting untuk mengevaluasi kondisi yang bertentangan dengan standar yang dibentuk masyarakat. Jika masyarakat  berada di atas standar, maka berarti tidak ada kebutuhan; dan jika berada di bawah standar, berarti ada kebutuhan. Kesulitan muncul ketika menjelaskan standar-standar tersebut. Sering ada kesamaran, susah dimengerti dan berubah-ubah. Kita akan mendiskusikan sejumlah perspektif tentang standar pada seksi berikutnya dari bab ini, tetapi terlebih dahulu kita akan menguji dua perspektif teoritis  tentang kebutuhan.

Ponsioen dan Maslow telah menawarkan sejumlah pemikiran yang sangat berguna tentang kebutuhan. Ponsioen (1962) berpendapat bahwa tanggung jawab awal sebuah masyarakat atau komunitas adalah memenuhi kebutuhan hidup dasar bagi anggotanya, termasuk kebutuhan biologis, sosial, emosional dan spiritual. Meskipun kebutuhan ini mungkin dijelaskan secara berbeda sepanjang waktu, tiap masyarakat atau komunitas akan mengidentifikasi suatu level hidup yang rendah dimana berusaha tidak orang yang akan mengalaminya. Dengan kerangka kerja, kebutuhan masyarakat tetap tersedia ketika beberapa kelompok tidak memiliki akses terhadap barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan. Kebutuhan, dalam hal ini bersifat relatif dan isu perencanaan menjadi salah satu dari distribusi dan redistribusi.

Maslow (1954) melakukan suatu pendekatan berbeda; dia berpendapat tingkat kebutuhan yang didiskusikan dalam bentuk hierarki. Menurutnya, orang-orang sadar atas kebutuhan mereka dalam suatu cara yang telah ditentukan__dari cara botton up_dan hanya ketika kebutuhan yang lebih utama atau rendah sudah memuaskan, maka kebutuhan yang lebih tinggi dapat dimunculkan. Secara lebih spesifik, sampai kebutuhan hidup psikologisnya terpenuhi (seperti makanan dan tempat tinggal), seseorang tidak dapat dipisahkan dari rasa aman. Pencapaian tingkat kebutuhan kedua ini, maka selanjutnya memperhatikan pada tingkat kebutuhan yang paling tinggi_yaitu kebutuhan kasih sayang/cinta dan aktualisasi diri.
           
Meskipun pembahasan dari konsep-konsep ini mungkin kelihatan jauh dari masalah praktis perencanaan, tetapi pada kenyataanya dipadukan dalam banyak perencanan masyarakat. Sebagai contoh, Pemerintah Inggris telah meningkatkan pelayanan kesehatan nasional karena adanya suatu pemahaman yang besar dari pendapat Ponsion. Dibanding menghabiskan sumber daya yang ada untuk pengembangan teknologi kesehatan yang lebih maju dan tersedia bagi pasien, maka kebijakan pemerintah adalah memberikan prioritas pada perawatan medis utama dan pelayanan kesehatan yang tersedia bagi masyarakat umum.

Sebuah contoh kerangka kerja hierarkis Maslow yang telah diterapkan dan dapat ditemui dalam program-program yang berkaitan dengan pelecehan pada pasangannya (KDRT). Tingkat awal dari provisi pelayanan ini adalah tempat perlindungan bagi wanita yang telah mengalami pelecehan. Pada awalnya, kebutuhan hidup utama ditujukan pada makanan, perumahan dan jika perlu perawatan kesehatan bagi para wanita dan anak-anak. Hanya ketika kebutuhan ini sudah diberikan, maka staf lembaga pelayanan dapat melanjutkan pada tingkat berikutnya yaitu kebutuhan rasa aman (pada saat tempat perlindungan itu sendiri menyediakan pelayanan perumahan yang aman, pelayanan resmi sering dibutuhkan bagi keamanan jangka panjang). Ketika kebutuhan keamanan dan survival telah terpenuhi, staf lembaga pelayanan selanjutnya dapat meninggikan tingkat kebutuhannya yaitu membantu kaum wanita mencapai kebutuhan rasa memiliki /sense of belonging (tempat perlindungan/penampungan pada kenyataannya dapat menciptakan suatu komunitas antara keluarga dan staf pelayanan yang saling mendukung dan rasa ingin dihargai /self esteem (melalui partisipasi dalam kelompok-kelompok dukungan) dan pada akhirnya kebutuhan aktualisasi diri (kepercayaan diri, otoritas pribadi dan memerintahkan diri sendiri) melalui penemuan pekerjaan yang sangat bermanfaat, ketentuan perawatan anak, dukungan anak dan perumahan permanen.

  1. ASESMEN KEBUTUHAN DAN PROSES PERENCANAAN
            Pada saat permasalahan telah diidentifikasi dan diterangkan, maka harus diterjemahkan ke dalam kebutuhan (pada akhirnya kebutuhan akan diterjemahkan ke dalam pelayanan) yang dimasukkan dalam proses perencanaan.

Dalam bentuk rangkuman, maka kita telah mencoba untuk mengilustrasikannya sebagai berikut:
§  Permasalahan harus diterjemahkan ke dalam kebutuhan
§  Kebutuhan merupakan sebuah konsep normatif yang dipisahkan menurut lingkungan sosial, politik dan ekonomi.
§  Para ilmuwan berbeda penafsiran tentang konsep tersebut.
§  Ponsioen menerangkan kebutuhan dalam bentuk tingkat yang rendah, di mana tidak ada orang yang akan mengalaminya.
§  Maslow menerangkan kebutuhan sebagai suatu hierarky di mana pertimbangan tingkat yang lebih tinggi menjadi kebutuhan hanya setelah kebutuhan pada tingkat rendah terpenuhi.

Memahami kebutuhan memerlukan isu-isu utama yang kita tempatkan. Pertama adalah pemahaman tentang bentuk kebutuhan dengan penekanan spesifik pada kompleksitas kebutuhan sebagai sebuah konsep perencanaan. Kedua adalah menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan. Ketiga adalah penggalian kategori kebutuhan dan keempat berkaitan dengan masalah umum tentang realibilitas dan validitas data yang digunakan untuk menentukan kebutuhan.



  1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DEFINISI KEBUTUHAN

Kebutuhan mencakup pernyataan tentang nilai dan preferensi dan dipengaruhi oleh keberadaan institusi sosial, politik dan ekonomi. Kita mengembangkan argumen ini menurut pernyataan Ponsioen dan Maslow yang diterima dalam realitas ini ketika mereka berusaha menggambarkan tingkat-tingkat kebutuhan dan peningkatan prirotitasnya. Posisi ini dibentuk atas dasar sejumlah asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa kebutuhan itu sendiri elastis dan relatif dibanding statis dan absolute. Jika kebutuhan bersifat absolut, tugas perencanaan secara langsung bersifat relatif. Setelah mendefinisikan kebutuhan dan mengukurnya menurut ruang lingkup, tugas utama adalah mengembangkan sebuah rencana pelayanan dan program untuk memenuhi kebutuhan yang telah didefinisikan dan kemudian mendapatkan sumber daya untuk melaksanakan rencana tersebut. Pengalaman menunjukkan lain. Paling baik, asesmen kebutuhan membantu perencana dalam memperkirakan kebutuhan apa di masa sekarang dan mendatang jika sikap, harapan, kondisi dan nilai-nilai tidak berubah secara dramatis.
            Ketika perhatian difokuskan pada permasalahan dan pelayanan yang disediakan, harapan akan muncul dan tuntutan/permintaan akan meningkat. Para tuna wisma, contohnya, tidak perlu membuat sebuah permintaan perumahan dalam masyarakat. Para tuna wisma akan berada pada deretan ribuan rumah kosong. Hal ini hanya ketika bantuan perumahan yang diusahakan menjadi tersedia dan sarananya memungkinkan para tuna wisma untuk membeli perumahan itu dimana tuntutan kebutuhan dibuat dengan tipe rumah yang terbatas ini.
           
            Ada sejumlah faktor yang muncul dari adanya pertimbangan sosial, politik dan ekonomi yang mempengaruhi fenomena elastisitas. Tiga diantaranya adalah standar kehidupan, lingkungan sosial-politik, dan ketersediaan sumber daya dan teknology yang semuanya dibahas berikut ini :
a.       Standard of living. Beberapa pelayanan perumahan yang dipertimbangkan memadai di masa lalu akan diklasifikasikan sebagai substandar pada masa sekarang. Pelayanan perumahan itu sendiri tidak berubah, tetapi harapan tetap ada.
b.      Socialpolitica environment. Sikap masyarakat dan harapannya secara konstan berubah. Generasi masa lalu, sebagai contoh, dugaan tentang pelayanan Day Care (penitipan anak) akan ditolak mentah-mentah. Diharapkan bahwa para ibu tetap menyisakan waktu di rumah untuk merawat anak-anak mereka, memasuki dunia kerja hanya ketika fungsi ini sudah terpenuhi. Banyak kalangan profesional, termasuk pada Biro Anak-anak di Departemen Kesehatan, sosial dan kesejahteraan USA, menyatakan bahwa hal ini memiliki pengaruh negatif terhadap keluarga dan hasil perkembangan anak. Pada tahun 1970, sikap ini telah berubah, dan pada masa sekarang, stigma tersebut mengarah untuk menempatkan seorang anak pada tempat penitipan anak (Day Care). kenyataannya, beberapa penelitian menyatakan bahwa bagi beberapa anak, ketentuan ini mempunyai pengaruh positif. Ketika sosialpolitik telah berubah, maka definisi kebutuhan juga telah berubah.
c.       Availability of resources and the existence of technology (ketersediaan sumber daya dan teknology).
Pengetahuan kita tentang proses penuaan telah berubah sepanjang sumber daya dan teknology tersedia untuk meningkatkan kualitas hidup bagi lanjut usia. Ketika sumber daya dan teknology telah berubah, maka definisi kebutuhan juga berubah.

Kebutuhan merupakan sebuah konsep yang berguna dalam analisis yang cermat bagi orang-orang yang bertanggung jawab dalam perencanaan pelayanan sosial. Seperti yang sudah diindikasikan, penggunaan yang samar atau implisit dari bentuk konsep tertentu dapat mengarah pada program yang tidak dipahami atau prediksi yang tidak akurat. Hal ini penting untuk menjaga pemikiran bahwa kebutuhan dipisahkan oleh nilai dan memiliki elastisitas yang dipengaruhi oleh perubahan standar kehidupan, lingkungan sosial-politik dan perubahan sumber daya serta teknology. Dengan pemikiran ini, kita dapat bergerak pada pertimbangan tentang kategori kebutuhan yaitu kebutuhan apa yang disebutkan lebih awal.


  1. KATEGORI KEBUTUHAN DAN PROSES PERENCANAAN
Kebutuhan yang ditentukan harus menggunakan salah satu pendekatan yang tepat.. Sebab masing-masing perspektif dibatasi dan menyediakan pengertian yang mendalam terhadap setiap peristiwa berdasarkan keempat dimensi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Penilaian kebutuhan secara konseptual masih terkesan rancu. Kebutuhan pada dasarnya dinilai secara berbeda sesuai dengan pergeseran dalam menjelaskannya dari waktu ke waktu. Selanjutnya kebanyakan para agen jasa kemasyarakatan sedang mencoba untuk memahami dan mencoba mengukur tentang sumber daya yang tersedia pada waktu yang tepat. Kendati kelemahan-kelemahan ini nampak, namun terdapat upaya untuk mempertimbangkan manfaat dari suatu proses penilaian kebutuhan. Dalam praktek, para manajer harus secara konstan meninjau ulang sumber daya dan uang yang tersedia bagi mereka dan mempekerjakan teknik-teknik yang membuat penggunaan terbaik dari informasi ini.
Selanjutnya analisis kebutuhan dipengaruhi oleh dua aspek yaitu kuantitatif dan kualitatif. Kedua aspek tersebut menggambarkan tentang suatu gagasan mengenai aktivitas apa yang harus dikerjakan dan mengukur target pemenuhan kebutuhan kelompok. Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya diterjemahkan ke dalam sasaran hasil yang terukur sebagai  sumber daya yang penting dalam mengevaluasi sebuah program.
Ada dua masalah utama di dalam melaksanakan penilaian suatu kebutuhan. Pertama adalah mengenai ketersediaan data, kedua mengenai keandalan data. Untuk menjawab persoalan tersebut, maka seorang pekerja social atau perencana senantiasa dalam melakukan tugasnya perlu memperhatikan tentang beberapa hal sebagai berikut : pertama, data apa saja yang harus dikumpulkan. Kedua, darimana data tersebut dikumpulkan. Lebih menekankan pada siapa saja sumber data. Ketiga, bagaimana caranya mengumpulkan data tersebut. Upaya ini menekankan pada metode dan teknik-tekni pengumpulan data. Selanjutnya keempat adalah tentang bagaimana menguji validitas dan reliabilitas teknis pengumpulan data yang akan digunakan. Secara ringkas dapat disebutkan point-point dari uraian tersebut yang bermanfaat dalam mengidentifikasi indikator dari pengumpulan data dan kebutuhan adalah :
·      Ada empat konsepsi yang berbeda tentang kebutuhan, yaitu kebutuhan normative, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang diungkapkan dan kebutuhan relative.
·      Keempat konsepsi kebutuhan tersebut harus dipertimbangkan dalam penilaian terhadap kebutuhan.
·      Mengidentifikasi kemungkinan kerugian yang dialami oleh populasi merupakan poin utama dalam penilaian kebutuhan.
·      Ketersediaan dan keandalan data adalah pertimbangan-pertimbangan yang  penting dalam penilaian.



C.    ASSESMEN KEBUTUHAN (Pendekatan Untuk Pengukuran).
Terdapat empat perspektif komplementer yang berbeda pada kebutuhan, yaitu kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan normatif, kebutuhan yang diungkapkan dan kebutuhan relatif. Terdapat metodologi yang berbeda ketika kita mencoba untuk mengukur kebutuhan. Masing-masing memiliki kelibihan dan kekuatannya sendiri. Para perencana program perlu memahaminya ketika mereka mempertimbangkan apa yang sumber daya yang tersedia untuk penilaian kebutuhan dan bagaimana penilaian harus dilakukan. Kelima metodologi itu adalah (a) penghitungan-penghitungan dari studi-studi (b) jasa statistik (c) inventaris sumber daya (d) melaksanakan survey sosial, dan             (e) forum-forum publik/dengar pendapat.

1.      PENGHITUNGAN-PENGHITUNGAN DARI SURVEI-SURVEI
(Kebutuhan-Kebutuhan Berdasarkan Norma).

Seringkali perencana program berasumsi bahwa usaha apapun untuk menilai kebutuhan harus didasarkan pada sumber data primer, yaitu data yang mereka himpun sendiri secara langsung dari klien/orang yang bersangkutan. Dalam pelaksanaannya, mereka mengabaikan nilai tentang menggunakan sumber sekunder, yaitu data yang dikumpulkan oleh orang yang atau dari orang lain di dalam area-area geografis lain atau untuk tujuan-tujuan lain. Hal ini akan mengacaukan ketegasan dalam ketelitian, sebab studi yang dilaksanakan hanya sebatas lingkungan yang sempit (data primer) dan tidak memperhitungkan situasi lingkngan dari individu atau suatu komunitas yang menjadi sasaran survey. Kadang kala para perencana sering menyediakan strategi paling efektif dan efisien untuk menaksir kebutuhan bila sumber daya dan waktu adalah satu faktor yang berpengaruh. Sebagai contoh, survei-survei topik khusus yang mencakup area-area seperti penyalahgunaan anak dan  lanjut usia. Daftar biaya pengiriman barang-barang kelaziman ini dapat bermanfaat untuk menaksir kebutuhan dan untuk bertindak sebagai acuan-acuan dibanding dengan target-target yang diusulkan dapat diukur.

2.      PENGGUNAAN INVENTARIS SUMBER DAYA (Kebutuhan Normatif)
Sebuah inventaris sumber daya pada dasarnya merupakan suatu strategy pemetaan yang berusaha untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang dibutuhkan sehingga keseluruhan sistem dapat diidentifikasi dan batasan-batasanya dapat dibentuk. Pengiventarisan sumber daya biasanya dimulai dengan kelompok populasi berisiko yang dapat diidentifikasi, seperti para lanjut usia, keluarga single-parent, cacat mental atau pecandu alkohol. Perencana program berusaha untuk mengidentifikasi semua lembaga, publik dan swasta yang menawarkan pelayanan bagi kelompok populasi berisiko tersebut. Untuk melakukan sebuah penginventarisan (untuk tujuan perencanaan) membutuhkan suatu pendaftaran (listing) sederhana. Secara optimal, kegiatan ini mencakup pengembangan kategori yang terpisah dan bermanfaat sehingga pelayanan-pelayanan dapat dikelompokkan menurut fungsi dan tujuannya, kriteria eligibilitas/pemenuhan syarat yang mereka gunakan (dalam sebuah format yang distandarisasikan), dan menurut persepsi mereka tentang keseluruhan kapasitas untuk memenuhi tuntutan yang lebih besar.
Tabel 4.4
Inventaris sumber daya, Pelayanan Franklin County Bagi Lansia
Lembaga/Organisasi  : ……………………………………………..
Person/Title               : ……………………………………………..
Pelayanan
Tersedia &
memadai
Tersedia tapi
tdk memadai
Tak tersedia
1. Transportasi



2. Pemberian tempat tinggal



3. Kesehatan Rumah



4. Legal



5. Peristirahatan



6. Pemberian makan secara berkeliling



7. Pemberian makan secara berkumpul



8. Perbaikan rumah



9. Infomasi/rujukan




10.Manajemen kasus



11.Konseling  



12.Referal pekerjaan



13.Bantuan perumahan



14.Sosialisasi/rekreasi





3.      SURVEY SOSIAL (Kebutuhan yang dirasakan).
           
            Dari semua pendekatan, survey masyarakat atau sosial, dalam banyak cara merupakan metode yang paling berhasil untuk menganalisa kebutuhan. Dalam kaitannya dengan pengumpulan informasi dari orang-orang yang tinggal dalam masyarakat/komunitas tertentu dimana menyediakan data original yang dikhususkan pada kebutuhan spesifik dari wilayah geografis yang diteliti. Oleh karena itu, hal ini merupakan satu strategy yang dapat menghasilkan informasi tentang sikap konsumen dan konsumen yang potensial.
            Survey sosial biasanya mempunyai dua fokus, yaitu identifikasi kebutuhan dan penentuan pengetahuan tentang pelayanan yang ada. Keduanya adalah penting untuk perencanaan. Pertama, memberikan informasi yang berguna dalam penggambaran target; kedua, akan mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam penggunaannya, kondisi keuangan, fisik atau sikapnya. Informasi tentang hambatan ini akan menunjukkan suatu kebutuhan tidak hanya bagi pelayanan tertentu, tetapi juga bagi berbagai pelayanan pendukung (seperti advokasi, edukasi dan outreach /pencapaian target yang lebih) yang dapat menjadi instument dalam keberhasilan program.
            Tujuan sebuah survey adalah untuk menyediakan deskripsi yang valid tentang suatu situasi. Ini dimulai dengan menjelaskan permasalahan dalam bentuk konseptual dan operasional. Selanjutnya perencana program dapat menyusun instrumen pengumpulan data yang tepat, menggambarkan sebuah sampel, menyusun wawancara, menganalisa data dan menghasilkan rekomendasi perencanaan.
            Sebuah survey juga menawarkan kegunaan lain. Jika sebuah survey mengidentifikasi kekurangan atau hambatan dalam utilisasinya, maka dapat memberikan perubahan yang sah dan menjadi sebuah alat untuk melakukan tindakan serta stimulus untuk memperoleh dukungan. Ketika sebuah alat proses dapat meningkatkan kesadaran suatu masyarakat, maka kemudian akan memberikan tujuan edukasional. Untuk mencapai ini, survey masyarakat harus melibatkan perwakilan lembaga, pemimpin masyarakat, dan konsumen yang potensial serta aktual dalam perencanaan dan implementasi survey itu sendiri. Keterlibatan seperti ini dapat menghasilkan dukungan bagi rekomendasi berikutnya. Pada akhirnya, meskipun sebagian besar survey hanya menawarkan sebuah deskripsi statistik tentang suatu masyarakat pada satu poin, tetapi survey juga memberikan data utama dan mereferensikan poin evaluasi untuk waktu berikutnya.

Kekuatan dan Keterbatasan Survey Sosial/Masyarakat
            Waktu dan biaya merupakan pertimbangan utama dalam mengatur survey sosial atau masyarakat. Jangka waktu dan usaha-usahanya dimasukan dalam fase awal survey yang biasanya diabaikan. Bagi banyak orang, survey disamakan dengan kerja nyata, wawancara dengan responden, dan seorang perencana program akan menghabiskan sedikit waktu pada perancangan survey itu sendiri. Bentuk data dan pertanyaan sering dimasukkan dengan pemikiran minimal atas kegunaannya bagi tugas perencanaan.
            Strategy analisis, bagaimanapun bukan sesuatu untuk membatalkan sampai data terkumpul. Hal ini akan dimulai dalam fase rancangan survey. Sebelum data dimasukkan, perencana program akan mengetahui mengapa informasi dicari dan bagaimana akan dipadukan  dalam analisis. Ini membutuhkan persiapan rancangan yang cermat dan diskusi yang banyak. Di samping itu, analisis akan menjadi sebuah ekspedisi  dan orang-orangnya bertanggung jawab atas analisis yang mungkin kurang dalam informasinya.
            Ada sejumlah teknik yang menjelaskan bahwa kebutuhan dimasukkan dalam pembuatan instrumen penelitian. Pretest need diatur untuk menentukan apakah pertanyaan dapat dimengerti, apakah akan memunculkan tipe respon yang diinginkan dan apakah akan memotivasi responden untuk berpartisipasi. Materi-materi ini berkaitan dengan isu validitas dan realibilitas. Sebuah perhatian kritis merupakan prosedur pengambilan contoh yang digunakan. Sering kali, survey didasarkan sampel yang secara metodology dan statistik tidak mencukupi. Daripada mendiskusikan sebuah isu secara teknikal, sangat penting bagi kita untuk menyatakan bahwa suatu pengambilan sampel yang tepat dilakukan untuk mengembangkan strategi. Tanpa kepercayaan diri pada sampel akhir, memungkinkan untuk menggeneralisasikan target populasi secara keseluruhan, sebuah persyarata penting bagi perencanaan pelayanan sosial.
            Meskipun survey sosial merupakan metode yang paling tepat dalam menentukan kebutuhan masyarakat, tetapi juga memiliki keterbatasan. Informasi yang lebih banyak harus anda peroleh, responden yang lebih banyak anda perlukan dalam survey. Ukuran sampel merupakan sebuah fungsi dari sejumlah variabel yang digunakan dalam analisis dan survey kebutuhan pelayanan sosial, jumlah responden yang dibutuhkan relatif banyak.
            Ukuran sampel secara langsung berkaitan dengan biaya. Organisasi survey sosial seperti The National Opinion Research Center menghabiskan biaya $60 sampai $75 untuk satu wawancara. Biaya-biaya ini mencakup wawancara aktual dan juga  pelatihan dan supervisi bagi pewawancara, pendanaan dibagi rata untuk pengkodean dan analisis. Sebuah sampel yang berjumlah 1.000 responden akan membutuhkan biaya antara $60.000 dan $75.000. Perhatian terakhir dari survey sosial adalah lamanya waktu dimasukkan dalam perancangan dan implementasi survey. Suatu perencanaan yang konservatif akan memakan waktu enam sampai sembilan bulan dari design sampai analisis.
            Dijelaskannya keterbatasan ini, maka perencana program akan mencari ketersediaan sumber data sebelum akhirnya memutuskan untuk melakukan survey. Apakah ini betul-betul diperlukan? Apakah waktu dan keuangan dan juga potensi bahaya yang timbul dari harapan yang meningkat bukan tidak akan ditemui dari keuntungan yang akan diambil ?

4.      DENGAR PENDAPAT MASYARAKAT (Kebutuhan yang dirasakan).
Pendekatan melalui dengar pendapat masyarakat yang dilakukan melalui suatu pertemuan merupakan bentuk dari pertemuan yang sifatnya terbuka dimana masyarakat umum diundang dan pada saat itu mereka mengemukakan pendapat dan menyaksikan secara langsung. Tentunya terpisah dari aspek politik atau hubungan komunitas, pertemuan ini bisa diadakan atas permintaan tenaga profesional. Idealnya, mereka mereka yang menghadiri pertemuan itu untuk mengartikulasikan kebutuhan mereka sendiri, untuk dikemukakan dan menjadi perhatian tetangga/lingkungan mereka, dan dalam beberapa kesempatan dibicarakan untuk mendapat dukungan. Kebutuhan-kebutuhan dan prioritas-prioritas kemudian ditentukan  oleh proses yang menimbulkan kesepakatan atau melalui urutan perhatian yang menjadi prioritas selanjutnya.
           
Kekuatan dan keterbatasan dengar pendapat (tatap muka)
Pertemuan masyarakat mempunyai manfaat dari kecocokan dengan sistem pembuatan keputusan yang demokratis. Kegiatan ini lebih murah biayanya dibandingkan dengan penelitian dari segi keuangan dan waktu, dan dapat memunculkan klarifikasi isu-isu dan silang pendapat dalam diskusi.
Masalah utama  dalam pendekatan ini adalah dalam penyajian isu. Apakah para tokoh yang menghadiri pertemuan mewakili kebutuhan individu mereka atau mewakili kelompok yang lebih luas ? Apakah seluruh kelompok  tertarik (atau berpotensi mempengaruhi) dalam menghadiri pertemuan ? Apakah mungkin mereka yang mempunyai kebutuhan terbesar merasa tidak nyaman atau tertekan dalam menuangkan perhatian mereka dalam kehadiran seorang profesional ? Pengalaman baru untuk peserta biasanya tidak terwakilkan, beberapa kelompok lebih agresif dibandingkan yang lain lebih terbiasa dengan strategi lobi, dan pola komunikasi yang berbeda  sering menjadi penghalang.

Perencana-perencana program perlu untuk mengantisipasi permaslahan yang mungkin muncul sebelum memutuskan untuk menjaga pertemuan ini. Pertama, para perencana perlu mengenali bahwa pengumuman sebuah pertemuan melalui media seperti radio dan televisi tidak akan menghasilkan jalan pintas dalam komuniti. Penggunaan media secara tradisional tidak akan terbukti berhasil jika perhatian kita menarik konsumen atau konsumen potensial dari pelayanan kemanusiaan. Sumber-sumber harus dialokasikan untuk membantu menjangkau sasaran penting kelompok. Sumber-sumber mencakup dan menjangkau aktivitas organisasi masyarakat seperti lingkungan pusat perbelanjaan, gereja, lembaga pelayanan sosial dan sekolah-sekolah dan lain-lain. Kedua, para perencana harus mengasumsikan bahwa kehadiran perseorangan tidak akan berakibat penting dalam partisipasi aktif dan seimbang dalam kehadiran. Delbeeq, Vandeven, dan Gustafson (1975) menguraikan secara mendetail suatu nomor dari teknik kelompok untuk penilaian/asesmen kebutuhan  dan analisa masalah. Dua teknik ini adalah teknik kelompok nominal dan teknik Delphi, ini digunakan untuk melibatkan berbagai pastisipan secara awal dalam tahap analisis dan membantu mereka untuk mengidentifikasi masalah, klarifikasi/memperjelas isu, dan menyatakan nilai-nilai dan berbagai pilihan.

5.      MEMILIH METODE TERBAIK
Tidak ada metoda yang terlihat lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Metoda-metoda  itu satu sama lain eksklusif, dan dengan memilih salah satu, para perencana tidak secara otomatis menolak yang lain. Masing-masing memberikan informansi yang terpisah. Masing-masing usaha perencanaan, bertanggung jawab untuk merencanakan penentuan sumber-sumber yang tersedia dan memutuskan yang feasible.

6.      PENDEKATAN YANG BERMANFAAT
Bagian terdahulu terkait dengan pendekatan untuk mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dari target populasi resiko tinggi. Fokus utama dalam penetuan karakteristik dan angka-angka dari penggolongan populasi spesifik, seperti lanjut usia, cacat atau pecandu alkohol. Karena perencanaan pelayanan kemanusiaan, penekanannya dengan mengumpulkan kebutuhan yang serupa. Tugas lain untuk perencana program adalah menempatkan konsentrasi resiko tinggi di luar analisa georafis.

a.      Sebuah pandangan terhadap isu-isu
Para perencana program diharapkan merumuskan rencana-rencana, mengembangkan kebijakan-kebijakan  untuk mengimplementasikan rencana, merumuskan kriteria prioritas dan alokasi sumber daya, dan menetapkan sistem pemantauan/pengawasan. Asesmen kebutuhan ketika semua aktivitas saling terkait. Mempunyai masukan yang utama untuk mengatur prioritas dan pertimbangan-pertinbangan alokasi sumber-sumber. Secara umum, ini diasumsikan bahwa ketika ada kelangkaan sumber para pembuat keputusan tertarik untuk berkonsentrasi dalam mengidentifikasi kebutuhan dalam sub populasi.

b.      Satu contoh untuk analisis ruang
Indikator berdasarkan daerah, sebagai contoh, meskipun bermanfaat untuk perencanaan negara, terbukti harus disesuaikan dengan perencanaan lokal.  Sebuah daerah bisa berada pada tingkat rendah (dalam konteks resiko) dibandingkan dengan daerah lain tapi masih mempunyai kebutuhan  geografis yang tinggi. Indikator daerah biasanya dibuat rata-rata, dan rata-rata statistik sering menyembunyikan kondisi sub daerah. Sebagai contoh, Dalam sebuah penelitian di lima daerah selatan,  berbagai indikator kesehatan dan sosial diusulkan status mereka sejajar.

c.       Gambaran analisa ruang
Analisa ruang adalah penggunaan indikator sosial untuk menggolongkan wilayah geografi menjadi beberapa tipe. Konstruksi dari indikator kebutuhan sosial melibatkan kombinasi lebih dari satu variabel untuk membentuk sebuah indikator. Proses itu dipandang sebagai alat untuk membantu para perencana untuk menilai status masyarakat. Untuk menetapkan prioritas umum, untuk mengukur dampak program dan untuk mendokumentasikan perubahan setiap waktu.

Asumsi dasar dari indikator adalah bahwa tidak ada satu variabel yang mampu bercabang ke dalam gejala sosial yang kompleks. Apa yang dibutuhkan adalah sebuah rancangan yang mampu meringkas jumlah data yang besar adalah bagian dari gejala ini. Pada saat ini sebuah indikator status kesehatan dapat terdiri dari konbinasi beberapa faktor seperti angka kelahiran, angka kematian dan kemampuan mengakses perawatan kesehatan. Salah satu indikator dari kemampuan sosial terdiri dari ukuran untuk menjangkau sumber pendidikan, ketenagakerjaan, ketersediaan perumahan dan keikutsertaan dalam pembuatan keputusan komunitas. Para perencana program dihadapkan pada database ganda dan ratusan variabel penting dalam menentukan tingkat kebutuhan dan dalam mengembangkan program-program untuk menemukan kebutuhan. Para pembuat keputusam yang tidak terlibat dalam perencanaan dan dihadapkan pada informasi yang banyak mempunyai pertimbangan sulit dalam menerima keterkaitan antara rencana dan isu. Analisis faktor adalah suatu teknik statistik yang dapat digunakan untuk mengambil angka terbesar dari variabel dan menguranginya menjadi nomor terkecil dari rancangan indikator.

d.      Aplikasi Pelayanan Kemanusiaan
Pada tahun 1960, pendekatan aktor analitik digunakan untuk perencanaan pelayanan kemanusiaan. Wallace et al (1967) melaporkan suatu penelitian di San Fransisco bahwa mengggunakan suatu kombinasi analisa faktor dari sensus data, penilaian ahli dan data kesehatan dan sosial untuk mengidentifikasi resiko tinggi.
Kekuatan-kekuatan dari pendekatan diatas adalah sebagai berikut :
1.      Efisien dalam kaitan antara waktu dan uang
2.      Menghasilkan peringkat yang relatif antara kebutuhan sosial dan resiko
3.      Dapat diunakan untuk meramalkan tingkatan kebutuhan sama baiknya untuk menyediakan pandanagan ke dalam isu-isu rancangan pelayanan
4.      Menyediakan data dasar bagi evaluasi

Perumusan sasaran tujuan objektif dipengaruhi langsung oleh tugas asesmen kebutuhan. Sejauh ini secara objektif dapat diukur, terikat waktu, asesmen kebutuhan menyediakan data target. Akhirnya perkiraan kebutuhan menjadi dasar evaluasi kelayakan program.






D.    KESIMPULAN
Assesmen merupakan ”proses” dan sekaligus produk/hasil dari kegiatan pemahaman. Assesmen merupan suatu kegiatan pemahaman dan perumusan masalah dan kebutuhan yang terus menerus dilakukan (an ongoing affair) dan sekaligus bersamaan waktunya (conterminous) dengan proses pertolongan itu sendiri. Oleh karena itu, Max Siporin menyatakan bahwa assesmen merupakan suatu social study (studi sosial), yaitu kegiatan mengidentifikasi, penginvestigasian dan pengindividualisasian guna memahami permasalahan, klien, lingkungan sosial dan interaksi diantara ketiganya. Social study juga dinyatakan sebagai bagian dari proses kemasyarakatan. Untuk itu, kebutuhan dan disfungsi sosial dapat dipahami dengan cara menggali, menemukan dan memobilisasi sumber guna memenuhi kebutuhan dan mengubah perilaku tersebut.
  
Pemikiran-pemikiran positivis tradisional tentang kebutuhan, mendiskusikan kebutuhan seperti memiliki kenyataan/fakta yang objektif, seperti hal itu ada dan “dapat di ukur”. ‘analisis kebutuhan’ terlihat sama perlunya seperti sebuah latihan teknis dalam methodologi, mengukur sesuatu yang ada “disana”. Karena menekankan pada metedologi dan keahlian teknis, maka hal tersebut mengarah pada kondisi bahwa kebutuhan hanya dapat di analisis secara memadai dan didefinisikan oleh para ahli yang terampil dalam penelitian kebutuhan. Oleh karena itu, pendefinisian kebutuhan dijauhkan dari mereka yang mengerti kebutuhan tersebut,  dan menempatkan pada tangan pendefinisi kebutuhan yang profesional, seperti pekerja sosial, peneliti sosial dan psikolog. Dari pandangan dan kritik seperti Illich et al. (1977), hal ini telah meningkatkan kekuasaan profesional dengan konsekuensinya “melumpuhkan” sebagian besar populasi. Oleh karena itu, praktek profesional konvensional dipandang berdasarkan asumsi-asumsi pelemahan, semakin membuat kaum lemah tidak berdaya dan meniadakan hak mereka untuk mendefinisikan dan bertindak atas kebutuhan mereka sendiri.

Marcuse (1964) membedakan antara kebutuhan “sejati” dan “palsu”. Kebutuhan sejati adalah kebutuhan yang benar-benar dirasakan oleh manusia, yang dibutuhkan jika ia ingin mencapai potensinya secara penuh sebagai manusia seutuhnya dan diartikulasikan jika mereka bebas melakukannya. Kebutuhan palsu adalah kebutuhan yang diyakinkan bahwa itu adalah kebutuhan kita, seperti doktrin-doktrin yang dominan, seperti media, iklan, pendidikan dan seterusnya. Selanjutnya Bradshaw (1972) membagi kebutuhan ke dalam empat kategori, yaitu kebutuhan normative, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang diskspresikan dan kebutuhan komparatif.
Selanjutnya proses assesmen pekerjaan social berorientasi kepada kegiatan ilmiah dan seni (scientific and artistic orientation). Pekerja social dituntut memiliki dan menguasai keterampilan interaksional dan analisa (analytic and interactional skills). Hal ini disebabkan karena pekerja social harus mampu melakukan pemilihan terhadap pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat dan tepat, melakukan judgment, menguji hipotesa dan kenyataan empiris, melakukan kegiatan yang kreatif, mengambil makna suatu peristiwa dan pengalaman serta bersikap empati tehadap orang yang dilayani.  Selanjutnya untuk melaksanakan fungsi dan tugas assesmen dengan baik, pekerja social perlu mengacu pada prinsip-prinsi asessmen sebagai berikut :
1.      Assesmen pekerjaan social akan menghasilkan keunikan dan keindividualisasian tentang, masalah, orang, situasi social dan interaksi diantara ketiganya.
2.      Dalam melakukan social study, perlu diketahui dan dipahami masa lalu klien, karena hal ini berkaitan dengan kondisinya saat ini.
3.      Social study akan dapat membantu memperlancar pekerja social dalam penyusunan rencana intervensi.
4.      Ketidaktepatan dalam assessment akan mengakibatkan ketidakberhasilan penyusunan rencana intervensi.
5.      Social study pada prinsipnya lebih besar dan ebih luas dari social history, karena social study mencakup penilaian kondisi saat ini secara professional dan memberikan rekomendasi bagi kegiatan pertolongan.

Demikian uraian kelompok kami tentang “pengungkapan dan pemahaman kebutuhan”. Uraian ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penyusunan Desain dan Program Sosial.



Methode of Participation Assesment (MPA)
1.      Klasifikasi kesejahteraan
2.      Identifikasi masalah dan sistem sumber
3.      Analisis masalah
4.      Menentukan prioritas masalah









DAFTAR  PUSTAKA



Dwi Heru S. 1998. Profesi Pekerjaan Sosial dan Praktek Pertolongannya,
KOPMA STKS Bandung..

Jim Ife & Frank T. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Edisi Bahasa Indonesia oleh Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Petter M. Kettner dkk. 1991. Designing and Manging Programs : An Effektiveness-Based Approach. Sage Publication New bury Park London New Delhi.